Jumat, Juli 29, 2016

Expressive Teacher


Guru memainkan perannya sebagai fasilitator dalam sebuah game, "Merebut Singgasana" - foto by Araf Hakim

Pasti tidak menyenangkan jika suasana kelas wajah gurunya kurang ekspresif. Susah senyum. Cemberut. Muka seperti ditekuk. Wajah guru yang tampan atau cantik pun akan tertutup jika menampilkan wajah yang kurang senyum. Belum lagi dengan kata-kata yang terucapkan terbilang datar, terkesan sangat biasa, tidak tulus terucap, hanya sebatas formalitas saja. Kata-kata yang diucapkan tidak dengan hati, pasti tidak akan memiliki kekuatan yang menggerakkan. 

Coba raba-raba ingatan kita. Adakah kita pernah menemukan teman-teman guru-guru yang sama sekali tidak ekspresif! Saya yakin ada, mungkin guru kita, teman kita sesama guru. Tapi mudah-mudahan bukan anda.

Bagaimana lingkungan memandang mereka? Tentu akan memandang yang nadanya kurang lebih sama. Tidak menyenangkan. Tidak mengesankan. Dalam buku yang akan saya rilis dalam waktu dekat, Hanya Satu Menit; anda bisa menaklukkan hati murid, ada satu bagian kecil bagaimana saya membeberkan strategi saya dalam memikat hati murid. Salah satu rahasianya adalah kita, sebagai guru, harus tampil sebagai seorang aktor!

Sebagai actor atau aktris guru harus pandai memainkan berbagai peran dalam menampilkan beragam macam ekspresi. Tidak hanya wajah, tapi juga suara. Termasuk intonasinya. Tentu tidak sinkron, ketika ada guru menyampaikan sebuah pesan yang baik, tapi diucapkan dengan wajah yang kurang ekspresif. Seperti misalnya, “Kalau ingin berprestasi, teruslah berlatih,” kata guru dengan ekspresi lemah karena kelelahan mengajar. Atau begini, “Pak guru baik-baik saja,” ucap seorang guru dengan ekspresi lesu! Tentu tetap tidak menarik.

Selaras! Begitulah seharusnya seorang expressive teacher! Selaras antara wajah, ucapan, dan tindakan  dengan ekspresi yang sesuai. Dunia  yang kita hadapi adalah anak-anak yang begitu ceria hari-harinya. Bisa dibayangkan jika anaknya ceria, tapi gurunya menampilkan ekspresi seperti tersiksa. Tapi jika sampai sekarang masih belum bisa selaras juga itu artinya ada satu mata rantai yang belum tuntas dalam fase kehidupannya. Dia belum benar-benar menjiwai perannya sebagai seorang guru.

Cobalah sesekali sapa murid kita dengan wajah penuh cahaya saat mereka tengah duduk santai di kala istirahat. Berikan sebuah kata-kata pembuka yang membuat mereka penasaran ingin mendengarkan lanjutan yang ingin kita sampaikan. Jika murid kita menampilkan eskpresi ingin tahu, itu sebuah pertanda kalau kita berhasil. Tapi jika tidak, murid kita malah menampilkan wajah sebaliknya, dengan mengatakan, “Tumben…!!!” itu sebuah pertanda ekspresi kita perlu dievaluasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mentalitas Menghadapi USBN