Saya bersama Ahmad Fikri. (foto by araf hakim, 23/7) |
INI KALI KETIGANYA SAYA BERTEMU USTAD AHMAD FIKRI, Pengurus JSIT Indonesia, Pimpinan Sako Pramuka SIT, sekaligus Edutrainer. Pertama di Pemalang, kedua di Malang, dan ini yang ketiga di Tegal pada
kesempatan seminar motivasi bersama guru-guru JSIT Indonesia Korda Pekalongan. Hari ini
saya mendapat banyak pelajaran penting yang tidak akan pernah saya lupakan,
yakni bagaimana menjadi guru hebat yang dirindu syurga.
Sebagai guru kita harus
senantiasa menghebatkan diri. Jika guru sudah hebat, otomatis sekolah menjadi
hebat. Jika sekolah hebat. Otomatis negeri juga akan hebat. Jika negara hebat,
otomatis impian mewujudkan generasi emas pada 2045 akan terwujud.
Secara garis besar, guru
sejatinya paham benar bagaimana menjadi guru luar biasa. Dia paham benar sebuah
filosofi bahwa kehidupan kecil dapat memberikan kehidupan baru.
Apa yang menggerakkan ada beberapa
orang terketuk hatinya untuk menyelamatkan seekor anjing yang terjebak di
sungai yang begitu deras. Karena kebaikan masih dibutuhkan, diharapkan. Bahkan
kita pun masih butuh kebaikan itu. Kebaikan adalah energi. Energi tidak diciptakan
dan tidak dapat dimusnahkan. Hanya berubah bentuk. Energi akan kembali kepada kita dalam bentuk
yang lain.
Kebaikan kecil selalu diharapkan,
kapan pun dan oleh siapapun. Kehadirannya selalu dinanti. Selalu menetap dalam
hati. Kebaikan juga banyak memberikan makna. Meski itu kecil dan biasa kebaikan
yang kita lakukan, tapi memberikan dampak luar biasa. Kebaikan bermula dari visi.
Sesuatu yang tidak dilihat dari orang lain tapi menetap dalam diri kita. Maka
jangan pernah mengabaikan sebuah kebaikan yang sudah kita lakukan. Meski bagi
orang lain biasa-biasa saja, jangan pernah tinggalkan itu.
Kebaikan adalah sesuatu yang
dilakukan karena Allah, karena konsistensinya. Seandainya setiap pagi, setiap
hari, kita tersenyum, kepada anak didik kita, bisa jadi itulah tiket ke syurga
kita. Sebaiknya wajah masam kita setiap pagi karena kelelahan, kemudian membuat
murid kita kurang semangat hari itu, boleh jadi itulah yang menghalangi kita
masuk syurga.
Terlalu sering kita sibuk dengan
pekerjaan yang melelahkan, sehingga kita lupa pada hal-hal kecil. Kita lebih
senang murid kita tersenyum di kelas, sementara kita lupa, bukan itu yang
membuat kita masuk syurga. Sementara ada hal yang jauh lebih membahagiakan,
yakni ketika murid-murid kita tilawah dengan tartil. Bacaan murottalnya indah
terdengar seperti Toha Al Junaid. Akan indah bumi ini jika anak-anak Sekolah
Islam Terpadu bisa melanggamkan ayat suci Al Qur’an, tanpa harus memajang pajangan besar, ucapan
selamat lewat spanduk.
Adakah di sekolah kita yang
mencetak spanduk ucapan selamat seperti misalnya,
“Selamat kepada Alwan yang telah
menyenandungkan ayat suci Al Qur’an seperti Toha Al Junaid.”
“Selama kepada
Aisyah yang selalu datang pertama kali ke masjid.”
“Selamat Kepada Firman yang
setiap hari cium tangan ibu guru sambil membacakan doa kepada gurunya, ‘semoga
ustadzah masuk syurga.”
Merekalah sebenarnya yang bisa
menginspirasi dunia, bukan sekedar peraih nilai UN tertinggi.
Jika kepala sekolah menanyakan
lesson plan untuk segera dikumpulkan, tapi kita menjawab, “Afwan ustad, ketinggalan di rumah.” Itu berarti hatinya belum
bening. Ketika menanyakan nilai, kita merespon, “Afwan akhi, nilai belum ane rekap.” Itu pertanda hati belum bening.
Bukan karena sibuk, tidak sempat, tapi karena hati kita belum bisa memberikan
yang terbaik meskipun orang lain melihatnya biasa-biasa saja.
Ada kebaikan tersembunyi ketika
kita harus mengikhlaskan diri setiap bulan untuk tanda tangan. Di sana ada
angka-angka menarik. Ketika apa yang kita dapatkan tidak sebanyak yang kita
bayangkan, itu sesungguhnya kita sedang menunda kebaikan di hadapan Allah Swt.
Katakanlah jika di Jakarta UMP
(Upah Minimum Perkotaan) sebesar 3,1 juta. Lantas ada karyawan lulusan SMA
digaji 3,5 juta, maka sebenarnya ia hanya mendapat kelebihan 400 ribu. Tapi jika
ada seorang guru mengajar di Jakarta dengan gaji 1,3 juta. Kelebihan yang kita
miliki adalah sebanyak 1,8 juta. Itu yang akan dibayar Allah kontan kapan saja
kita mau. Semua akan terjadi kalau kita menjadikan apa yang kita terima sebagai
bagian dari rezeki. Bukan dari yayasan, bukan pula orang tua. Tapi dari Allah!
Ada kisah menarik tentang ini.
Tahun lalu Pak Fikri berangkat umroh dua kali. Tidak pakai menabung, tidak
menyiapkan uang sama sekali. Itu artinya tahun kemarin ia mendapat 26 juta. Itu
jika biaya umroh diambil pada angka yang paling murah, 13 juta misalnya. Jika
dibagi 12, artinya ia sudah mendapatkan 2 juta tanpa harus ngapa-ngapain.
Di tahun ini 2016 ini juga beliau
mengisahkan sudah berangkat ke 7 negara. Rata-rata sekali pergi biayanya 10
juta. Itu ada yang membiayai. Ditambah lagi ketika pulang dikasih uang saku
sebanyak 12-13 juta. Siapa yang bisa merencanakan kalau bukan Allah, dan hadir
dengan keyakinan yang sedemikian kuat.
Ia menghitungnya begini. Sampai
sejauh ini kita sudah mengajar ribuan murid. Bayangkan saja, jika seribu murid
ini akan menyumbang setidaknya 10 ribu ke anda. Maka anda sudah mendapatkan 100.000
000. Jika dalam doa kita yang kita sebut angka 5ribu, itu artinya kita mendapat
50 juta. Siapa yang akan membayarnya? Allah langsung yang akan membayar! Asal
kita yakin, dan tidak kehilangan keyakinan. Bahkan berkurang sekalipun!
Hidup ini yang mengubah adalah
diri kita sendiri. Itu kata Allah. 99 derajat disebut air panas. Air panas
nilai manfaatnya hanya sebatas untuk menyeduh kopi atau teh saja. Tapi jika
ditambah satu derajat sehingga menjadi 100 derajat, maka air akan berubah
menjadi uap yang mampu menggerakkan
kereta. Demikian pula kebaikan ketika kita tidak melakkannya otomatis akan
menjadi terpuruk menjauhi kebaikan.
Seandainya ada tenaga kebersihan,
telat membersihkan sekolah, boleh jadi guru-guru tidak akan masuk syurga, karena
ada najis yang menempel di kakinya. Itulah peluang syurga bagi petugas
kebersihan. Kebaikan kecil, tapi konsisten.
Pembalap Mc. Murray hanya butuh 0,01
detik dalam melampaui lawannya. Ia pulang membawa 1,5 milyar. Sementara juara kedua
hanya mendapat 500 juta saja. Memang menjadi sunatullah bahwa kebaikan kecil
yang membuat hidup ini berhasil. Bukan sesuatu yang kita anggap mewah, hingar
bingar, meriah luar biasa, padahal esensinya tidak memiliki apa-apa.
Pastikan orang lain memanfaatkan
diri kita, mencari manfaat dari kita. Banyak ungkapan jangan mau dimanfaatin,
berarti kita di jalan yang benar. Wah saya dikerjain terus, berarti kita di
jalan yang benar. Kalau kita menolak, kita menjauh dari jalan yang benar. Syurga itu memang tidak mudah. Selama kita
menemui banyak jalan yang tidak mudah, kita berada di jalan yang benar. Semakin
mustahil perintah atasan, kita berada di jalan yang benar. Inilah jalan syurga
kita.
Kita tidak diminta oleh umat ini
untuk menaklukkan sebuah negeri, menghunuskan pedang, angkat senjata, kita
hanya diminta menyiapkan pembelajaran yang baik, tersenyum di hadapan
murid-murid kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar