Keberanian memutuskan sekaligus mengambil keputusan |
Satu contoh ketika kami membeli
sepeda, seharusnya itu menjadi suatu momen paling membahagiakan buat anak-anak.
Tapi dengan segala cara kita sebagai orang tua mencoba mempengaruhi keputusannya
dengan cara pemaksaan halus berdasarkan
posisi yang lebih tahu, lebih pengalaman, dan lebih segalanya. Maka akhirnya terbelilah sepeda sesuai dengan
pilihan kita sebagai orang tua.
Anak tak pernah berbohong.
Ekspresi muka jelas memperlihatkan ketidaksukaannya. Ada banyak kasus yang
terlampau sering terjadi dimana ayah atau ibu mengambil alih keputusan anaknya.
Dengan penuh keyakinan orang tua percaya bahwa dia akan menyukainya suatu saat.
Hari-hari berlalu bahkan sampai
dalam hitungan bulan. Anak anda ternyata jarang sekali memakai sepeda barunya. Kita sebagai orang tua dibuat heran. Setiap
kali ditanya, “Kenapa tidak main sepeda dengan teman-temanmu?” berbagai alasan
dikemukannya.
Sampai akhirnya kita tersadar ketika
anak kita tumbuh dewasa untuk memlih sesuatu ternyata anak kita sulit sekali
menentukan pilihan. Sulit sekali mengambil keputusan. Lama sekali mengambil
keputusan. Lantas kita termenung dengan penuh penyesalan, karena hampir saja kita
sebagai orang tua menghancurkan kehidupannya.
Saya tak bisa membayangkan apa
yang terjadi ketika anak saya tidak berani membuat keputusan. Sepintar apapun
dia tanpa disertai skill mengambil
keputusan, maka hidupnya akan menderita. Di dalam setiap fase kehidupan kita
dituntut untuk membuat keputusan dengan segala resikonya. Siapapun kita, apapun
profesi kita, baik sebagai karyawan, pengusaha, suami, istri, anggota
komunitas, anggota masyarakat, dan lain-lain.
Saya tersenyum ketika akhirnya
saya bawa dia ke toko sepeda lagi dan memintanya memilih. Walaupun dengan
segala keraguannya akhirnya dia memutuskan. Anakku, ayah mendukungmu
sepenuhnya. Nikmatilah keberanian memutuskan dan keberanian menghadapi resikonya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar