Dokumen pribadi : Foto by Ahmad Muzaki |
Omong kosong jika ada yang
meminta kita untuk berpikir positif, tapi sendirinya masih negative thinking. “Ayo, berpikir positif, bertindak positif,”
katanya dengan ekspresi lelah. Sementara ekspresi lelah itu negatif.
Jika demikian, maka kata-kata yang terujar
sama sekali tidak punya kekuatan. Pesan positif
jika disampaikan dengan ekspresi atau bahasa yang negatif, maka hasilnya
akan negatif. Bahasa ajakan yang tadi, sekilas muatannya baik, tapi jika
dicermati lebih dalam, seakan-akan yang diajak untuk berpikir positif itu masih
negatif.
Saya sedang tidak mengajari anda
untuk berpikir positif, karena sampai detik ini pun, saya masih belajar
mempositifkan diri menjadi pribadi super positif. Di sini saya hanya akan
berbagi pengalaman dari apa yang telah saya dapatkan dari mentor saya.
Sebagai leader, memimpin apapun, seseorang sejatinya tidak hanya dituntut
berpikir positif, tapi berpikir sangat positif, atau super positif. Semakin
tinggi level seseorang maka akan kapasitas berpikir positifnya harus semakin
meningkat. Tidak hanya ucapan, tapi juga hati dan pikiran. Ketiganya mesti
selaras dengan tindakan.
Area kapasitas berpikir super
positif seorang leader sangat tergantung dari jam terbang dan juga level yang
dipimpinnya. Kapasitas berpikir positif seorang presiden, tentu harus lebih
besar daripada seorang gubernur atau pun walikota.Orang-orang di sekeliling
yang berpikir negative tentangnya, pastilah ada. Tapi sebagai leader, menjadi
pribadi yang super positif, tetap harus ditumbuhkan. Ketika harus mendelegasikan
sebuah jabatan yang begitu penting, seorang leader harus memiliki kapasitas diri untuk berpikir
super positif. Jika tidak, sistem tidak akan berjalan.
Ketika ada yang masih terpancing untuk
meluapkan amarah, itu pertanda kita belum positif. Saat kita masih menangis
saat menghadapi masalah, itu pertanda
belum positif. Saat kita begitu responsif untuk membalas perbuatan
dzolim yang sama, itu artinya belum positif. Kita bisa belajar mempositifkan
diri dari kehidupan sehari-hari.
Saat ada masalah yang
menghampiri, kemudian tiba-tiba ada bisikan-bisikan seperti misalnya,
“Sabar itu ada batasnya.”
“Orang seperti itu harus diberi
pelajaran, biar sadar!”
“Keenakan
dia, nggak ngapa-ngapain. Aku yang capek sendirian.”
“Sudah berkali-kali aku bilang,
kamu nggak sadar juga,”
Itu artinya kita belum positif.
Saat anak kita mencoba
mengungkapkan banyak permintaan yang tidak masuk akal, kemudian kita
meresponnya dengan kesal, itu pertanda kita belum positif. Saat kita
mengharapkan perhatian dari orang-orang yang kita cintai, tapi ketika itu tidak
kita dapatkan kemudian kita kecewa, itu artinya kita belum positif. Saat ada
orang yang jatuh entah karena keteloderan sendiri atau karena kebetulan jatuh,
lantas kita mengumpat atau mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas, maka orang
tersebut belum positif. Saat kita gelisah karena dituntut waktu yang sedemikian
sempit tapi ada begitu banyak hal yang harus kita lakukan, itu artinya kita
belum positif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar