Senin, Juli 25, 2016

Super Positif


Dokumen pribadi : Foto by Ahmad Muzaki

Omong kosong jika ada yang meminta kita untuk berpikir positif, tapi sendirinya masih negative thinking. “Ayo, berpikir positif, bertindak positif,” katanya dengan ekspresi lelah. Sementara ekspresi lelah itu negatif.
Jika demikian, maka kata-kata yang terujar sama sekali tidak punya kekuatan. Pesan positif  jika disampaikan dengan ekspresi atau bahasa yang negatif, maka hasilnya akan negatif. Bahasa ajakan yang tadi, sekilas muatannya baik, tapi jika dicermati lebih dalam, seakan-akan yang diajak untuk berpikir positif itu masih negatif.

Saya sedang tidak mengajari anda untuk berpikir positif, karena sampai detik ini pun, saya masih belajar mempositifkan diri menjadi pribadi super positif. Di sini saya hanya akan berbagi pengalaman dari apa yang telah saya dapatkan dari mentor saya.

Sebagai leader, memimpin apapun, seseorang sejatinya tidak hanya dituntut berpikir positif, tapi berpikir sangat positif, atau super positif. Semakin tinggi level seseorang maka akan kapasitas berpikir positifnya harus semakin meningkat. Tidak hanya ucapan, tapi juga hati dan pikiran. Ketiganya mesti selaras dengan tindakan.

Area kapasitas berpikir super positif seorang leader sangat tergantung dari jam terbang dan juga level yang dipimpinnya. Kapasitas berpikir positif seorang presiden, tentu harus lebih besar daripada seorang gubernur atau pun walikota.Orang-orang di sekeliling yang berpikir negative tentangnya, pastilah ada. Tapi sebagai leader, menjadi pribadi yang super positif, tetap harus ditumbuhkan. Ketika harus mendelegasikan sebuah jabatan yang begitu penting, seorang leader  harus memiliki kapasitas diri untuk berpikir super positif. Jika tidak, sistem tidak akan berjalan.

Ketika ada yang masih terpancing untuk meluapkan amarah, itu pertanda kita belum positif. Saat kita masih menangis saat menghadapi masalah, itu pertanda  belum positif. Saat kita begitu responsif untuk membalas perbuatan dzolim yang sama, itu artinya belum positif. Kita bisa belajar mempositifkan diri dari kehidupan sehari-hari.

Saat ada masalah yang menghampiri, kemudian tiba-tiba ada bisikan-bisikan seperti misalnya,

“Sabar itu ada batasnya.”

“Orang seperti itu harus diberi pelajaran, biar sadar!”

“Keenakan dia, nggak ngapa-ngapain. Aku yang capek sendirian.”           

“Sudah berkali-kali aku bilang, kamu nggak sadar juga,”

Itu artinya kita belum positif.

Saat anak kita mencoba mengungkapkan banyak permintaan yang tidak masuk akal, kemudian kita meresponnya dengan kesal, itu pertanda kita belum positif. Saat kita mengharapkan perhatian dari orang-orang yang kita cintai, tapi ketika itu tidak kita dapatkan kemudian kita kecewa, itu artinya kita belum positif. Saat ada orang yang jatuh entah karena keteloderan sendiri atau karena kebetulan jatuh, lantas kita mengumpat atau mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas, maka orang tersebut belum positif. Saat kita gelisah karena dituntut waktu yang sedemikian sempit tapi ada begitu banyak hal yang harus kita lakukan, itu artinya kita belum positif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mentalitas Menghadapi USBN