Dengan wajah penuh kecemasan seorang
ibu datang ke sekolah. Terlihat sang ibu seperti menguatkan diri untuk
mengucapkan sesuatu. Setelah tenang, barulah ia mulai mengisahkan jika
kedatangannya bermaksud mengajukan cuti sekolah anaknya yang berusia 4 tahun.
Alasannya, ia sudah kewalahan menghadapi anaknya yang kain hari makin susah
diatur, tambah nakal, anaknya bahkan mendesak terus untuk tidak mau sekolah.
“Ibu yakin keputusan untuk cuti
adalah yang terbaik? Apa bukannya tambah parah, bahkan ibu malah semakin repot?”
kata Bu Sundari. Si ibu bingung. Membenarkan pertanyaan itu.
Akhirnya si ibu mulai bercerita,
akar dari masalahnya kenapa anaknya sekarang mulai susah diatur, tidak mau berangkat
sekolah, sampai akhirnya mau ambil cuti sekolah.
Tapi yang jelas dari kisahnya
baik ayah maupun ibunya selalu menuruti semua kemauannya. Dia mengamuk kalau
tidak dituruti. Dan itu menjadi senjata untuk mendapatkan kemauannya. Saat anaknya tidak nurut kekerasannya mulai muncul. Baik verbal
mapun fisik. Ditambah lagi dengan mulai munculnya rasa cemburu dengan kehadiran
adiknya. Sementara setiap hari kehadiran ayah tidak ia rasakan. Ayahnya pelaut.
Belum lagi lingkungan keluarga besarnya yang menuntut untuk keras mendidik
anaknya, menuntut anaknya sekolah bisa calistung, dan membandingkan dengan yang
lain. Lengkap sudah pola pengasuhan yang anak terima.
Barulah sesuatu yang tidak
diharapkan itu terjadi. Semakin hari semakin tinggi permintaannya. Awalnya
sederhana. Pas sekolah minta dibelikan es krim. Pulang minta jalan-jalan. Belakangan
permintaannya semakin tinggi, dia sedang minta dibelikan sepeda motor mini
seperti yang disewakan di alun-alun. Alasannya, capek gowes sepeda! Daripada rewel terus, ayahnya berencana membelikan.
Jangan-jangan
kalau masih dituruti dengan begitu mudahnya, kelak kalau dewasa dia minta
sepeda motor, minta mobil, minta rumah, minta nikah. Seolah semua itu bisa ia
dapatkan tanpa kerja keras.
Si ibu mulai sadar, bahwa polanya
semakin salah. Lantas harus dimulai dari mana untuk mengubah semuanya. Jika
dilihat dari perspektif metode sentra, dari kasus ini, ada pola berbahasa yang
harus diluruskan. Melakukan serangan verbal apalagi fisik sudah tidak dibenarkan.
Metode Sentra menerapkan larangan 3M dalam mendidik anak. Tanpa memarahi, tanpa
menyuruh, tanpa melarang. Keras dalam mendidik anak sudah
harus diluweskan. Usia anak 4 tahun merupakan tahap pra operasional dalam tahap
perkembangan anak. Di usia ini anak mulai muncul egosentrismenya. Didukung
dengan rasa ingin tahu yang lagi tinggi-tingginya. Ketika tidak terfasilitasi
semua kebutuhannya, maka dia akan terus mencari. Kebutuhan akan kasih sayang, kebutuhan
untuk diperhatikan, kebutuhan ingin dihargai, menjadi kebutuhan mutlak yang
harus didapatkan anak. Dan saya melihat, anak tersebut tidak mendapatkannya.
Kebutuhan kasih sayang tidak utuh
dia dapatkan, karena ketiadaan sosok ayah. Sementara kasih sayang dan perhatian
ibu, sudah teralihkan dengan kehadiran adik bayi. Dan mulai sekarang, sebaiknya
stop labeling, membandingkan dengan anak yang lain. Melabeli dia sebagai anak
nakal, susah diatur, itu sebenarnya kita sendiri yang menciptakan. Anak hanya
butuh perhatian. Tidak ada anak seusianya yang sudah mengklaim dirinya sebagai
anak nakal. Misalkan dia bilang, “Lihat mah, aku ini anak nakal.” Tidak ada. Jangan
paksa anak memahami kita sebagai orang tua. Kitalah yang harus memahami apa
yang sebenarnya mereka butuhkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar