Rabu, Oktober 05, 2016

Jangan Didik Anak Jadi Pesuruh!



sumber ilustrasi. img.okezone.com
Terlalu sering menggunakan kalimat perintah kepada anak usia dini, sama saja mendidik anak menjadi pesuruh. Padahal yang ingin ditumbuhkan kesadaran. Kelak dari pola pengasuhan yang benar, anak-anak tumbuh menjadi pribadi yang aktif, bukan menjadi pribadi reaktif, yang hanya bergerak ketika diperintah.

Terlampau sering kita menggunakan kalimat perintah dan itu hampir kita ucapkan sehari-hari. Kalimat-kalimat seperti,

“Ayo segera mandi!”

“Mandinya jangan lama-lama. Cepat tuntaskan.”

“Ayo, makannya cepat dihabiskan.”

“Sudah siang, sepatunya segera dipakai,”

“Jangan terlalu banyak main, kamu harus segera bersiap berangkat sekolah. Nanti kamu terlambat.”

Dan masih banyak contoh lain yang biasa kita dengar sehari-hari.  

Ternyata itu adalah sebuah kekeliruan yang tidak disadari sebagian besar orang tua. Mereka tidak sadar kalau kebaisaan menggunakan directive statement itu kurang tepat. Jika setiap hari orang tua terbiasa mengucapkan kata-kata itu, setiap hari pula anak-anak mendengar kata-kata perintah yang sebenarnya kurang tepat untuk mereka dengar.

Banyak yang berpikir, dengan cara menggunakan kalimat perintah anak langsung bergerak melakukan apa yang kita inginkan. Padahal kenyataannya tidaklah demikian. Ketika kita menggunakan kalimat perintah, itu artinya kita masih belum berpikir positif. Saat kita membantu memakaikan sepatu, itu artinya kita sebagai orang tua yang tidak sabaran. Coba tebak, ketika anak belum bergerak sesuai keinginan kita, siapa yang berpikir positif, siapa yang punya pikiran negatif?

Kita yang belum bisa mengatur waktu dengan baik merasa menjadi korban. Menyalahkan anak. Saat telat berangkat kerja, anak yang disalahkan. Padahal, kitalah yang kurang penyiasatan. Sebagai orang tua, begitu mudahnya menilai anak dengan penilaian negatif.
  
"Kamu harus ngerti dong kalau ayah sedang capek,” 

Kita ingin dimengerti. Terbalik! Malah anak-anak yang diminta memahami kita sebagai orang tua, kita yang ingin dimengerti, padahal kita yang lebih dulu harus memahami kebutuhan mereka. Selama kebutuhan dan hak-hak dasar anak seperti kasih sayang, cinta, perhatian terpenuhi, maka anak akan memiliki akhlak baik dan akhlak kuat yang bisa dikembangkan.

Kesibukan di pagi hari sebenarnya bisa kita tarik ke belakang pada malam harinya. Sudah sejauh mana persiapan yang sudah kita lakukan. Salah satu yang bisa kita lakukan adalah membuat pijakan. Anak bangun siang, bisa jadi karena tidurnya tidak berkualitas. Sebelum tidur berikan pijakan, “Nanti kita akan bangun jam 4.” Semakin dibangunkan awal, maka anak akan mempercepat waktu tidur. Bisa juga gunakan pola bahasa positif, “Besok pagi kita akan bangun jam 4, agar bisa shalat subuh tepat waktu.” Ini setidaknya bisa mengurangi penggunaan bahasa, “Kamu besok harus bangun pagi, agar tidak terlambat sekolah.”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mentalitas Menghadapi USBN