sumber ilustrasi. img.okezone.com |
Terlalu sering menggunakan kalimat
perintah kepada anak usia dini, sama
saja mendidik anak menjadi pesuruh. Padahal yang ingin ditumbuhkan kesadaran. Kelak
dari pola pengasuhan yang benar, anak-anak tumbuh menjadi pribadi yang aktif, bukan
menjadi pribadi reaktif, yang hanya bergerak ketika diperintah.
Terlampau sering kita
menggunakan kalimat perintah dan itu hampir kita ucapkan sehari-hari. Kalimat-kalimat
seperti,
“Ayo segera mandi!”
“Mandinya jangan lama-lama. Cepat tuntaskan.”
“Ayo, makannya cepat dihabiskan.”
“Sudah siang, sepatunya segera dipakai,”
“Jangan terlalu banyak main, kamu harus segera bersiap berangkat
sekolah. Nanti kamu terlambat.”
Dan masih banyak contoh lain
yang biasa kita dengar sehari-hari.
Ternyata itu adalah sebuah
kekeliruan yang tidak disadari sebagian besar orang tua. Mereka tidak sadar kalau
kebaisaan menggunakan directive statement
itu kurang tepat. Jika setiap hari orang tua terbiasa mengucapkan kata-kata itu,
setiap hari pula anak-anak mendengar kata-kata perintah yang sebenarnya kurang
tepat untuk mereka dengar.
Banyak yang berpikir, dengan
cara menggunakan kalimat perintah anak langsung bergerak melakukan apa yang
kita inginkan. Padahal kenyataannya tidaklah demikian. Ketika kita menggunakan
kalimat perintah, itu artinya kita masih belum berpikir positif. Saat kita
membantu memakaikan sepatu, itu artinya kita sebagai orang tua yang tidak
sabaran. Coba tebak, ketika anak belum bergerak sesuai keinginan kita, siapa
yang berpikir positif, siapa yang punya pikiran negatif?
Kita yang belum bisa mengatur waktu dengan baik merasa
menjadi korban. Menyalahkan anak. Saat telat berangkat kerja, anak yang
disalahkan. Padahal, kitalah yang kurang penyiasatan. Sebagai orang tua, begitu
mudahnya menilai anak dengan penilaian negatif.
"Kamu harus ngerti dong kalau ayah sedang capek,”
"Kamu harus ngerti dong kalau ayah sedang capek,”
Kita ingin dimengerti. Terbalik! Malah anak-anak yang diminta memahami kita sebagai orang tua, kita yang ingin dimengerti, padahal kita yang lebih dulu harus memahami kebutuhan mereka. Selama kebutuhan dan hak-hak dasar anak seperti kasih sayang, cinta, perhatian terpenuhi, maka anak akan memiliki akhlak baik dan akhlak kuat yang bisa dikembangkan.
Kesibukan di pagi hari
sebenarnya bisa kita tarik ke belakang pada malam harinya. Sudah sejauh mana
persiapan yang sudah kita lakukan. Salah satu yang bisa kita lakukan adalah membuat
pijakan. Anak bangun siang, bisa jadi karena tidurnya tidak berkualitas. Sebelum
tidur berikan pijakan, “Nanti kita akan bangun jam 4.” Semakin dibangunkan
awal, maka anak akan mempercepat waktu tidur. Bisa juga gunakan pola bahasa
positif, “Besok pagi kita akan bangun jam 4, agar bisa shalat subuh tepat
waktu.” Ini setidaknya bisa mengurangi penggunaan bahasa, “Kamu besok harus
bangun pagi, agar tidak terlambat sekolah.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar