Pada satu kesempatan saya pernah mengamati
bagaimana cara anak-anak SD Al Biruni makan siang. Mereka duduk rapi melingkari
meja di atas kursi masing-masing. Makanan sudah siap tersaji; ada nasi, sayur
sawi, ikan dan tempe goreng.
“Teman-teman, siapa yang hari ini
memimpin kegiatan makan siang?” tanya Bu Izzah.
Azzam yang merasa bertugas
langsung mengambil posisi siap memimpin. Di sinilah pemandangan menarik terjadi.
Selesai memimpin doa, Azzam memberikan informasi kepada teman-temannya. Dengan penuh
percaya diri Azzam menyampaikan informasi kepada teman-temannya.
“Alhamdulilah, rezeki kita hari ini ada nasi. Nasi ini mengandung
karbohidrat. Berguna untuk menghasilkan energy untuk kita melakukan kegiatan.”
Kemudian Azzam lanjut
menginformasikan lauk pauk yang akan mereka nikmati.
“Alhamdulilah lauk kita hari ini ada tempe. Tempe ini terbuat dari
kedelai, mengandung protein nabati. Ada juga sayur sawi dan tahu. Ada juga ikan
yang mengandung protein hewani.”
It’s amazing! Benar-benar tidak biasa. Saya berpikir, bahwa inilah
pembelajaran yang sebenarnya. Belajar berbahasanya dapat, belajar sainsnya
apalagi. Penanaman nilai-nilai karakternya begitu terlihat dengan begitu
gamblang. Melalui kegiatan makan siang ini saya mendapatkan pelajaran moral nomor
satu; kegiatan makan siang di sekolah, ternyata
tidak sekedar memindahkan status perut dari lapar menjadi kenyang.
kegiatan snack pagi, makan buah |
Di PAUD Buana Kids temuan
pengamatan saya tidak kalah menarik. Anak-anak terlihat mengambil nasi sesuai
kebutuhan. Lalu wadah nasi itu digeser kepada anak di sebelahnya sampai semua dapat
giliran. Sampai pada suatu ketika nasi ternyata tidak bergerak. Masih berada di
atas meja, karena tidak ada anak yang
duduk di atas kursi sebelah anak yang baru saja mengambil nasi. Pemiliki kursi
itu sedang ada di kamar kecil.
Sempat ada anak yang meminta nasi
itu bergerak ke arahnya. Tapi pada saat itu pula ada anak yang mengingatkan, “Sabar menunggu giliran. Teman kita sedang
ada di kamar kecil.” Luar biasanya nasi tetap tidak berpindah sampai anak
itu datang. Pelajaran moral nomor dua. Sabar
menunggu giliran.
Cara guru-gurunya berbahasa juga
menarik dipelajari sekaligus dikaji. Ketika anak mengambil nasi terlalu banyak,
guru akan menyampaikan,
“Apakah Azzam sudah mengambil nasi sesuai kebutuhan?”
Ketika anak menjawab sudah. Guru
lanjut bertanya lagi, “Apakah Azam perlu
makan banyak hari ini?”
Ketika anak menjawab iya, guru memberikan
konsekuensi. “Bertanggung jawab dengan
nasi yang sudah diambil.”
Sebaliknya ketika ada anak
mengambil nasi terlalu sedikit guru akan menyampaikan, “Apakah sudah mengambil nasi sesuai kebutuhan?”
Saat anak menjawab sudah, sang guru
meyakinkan lagi.
“Syifa tadi sudah berkegiatan dan akan melanjutkan kegiatan. Syifa
perlu energi yang banyak,” kata gurunya menggiring Syifa untuk mengambil
keputusan. Anak tersebut tetap pada pilihannya. Makan sedikit. Sampai akhirnya
guru memberikan pilihan “Baik. Nanti
Syifa bisa nambah jika diperlukan.”
Entah karena hebatnya guru yang
bisa membaca anaknya, yang terjadi anak tersebut memang benar-benar nambah
makannya. Pelajaran moral nomor tiga; makanlah
sesuai kebutuhan.
Dan dari serangkaian pelajaran
moral dari kegiatan makan siang ini, sampailah pada satu tahap kesimpulan. Biarkan
anak-anak mengambil keputusan sendiri. Tugas kita sebagai guru dan orang tua
adalah membantu memberikan pertimbangan. Kelak dari sinilah akan lahir para
pemimpin yang berani mengambil keputusan yang didasari atas dasar pertimbangan.
Tidak dictator. Tidak serampangan. Dan inilah yang menjadi pelajaran moral nomor
empat, menjadi leader itu harus berani menentukan pilihan, kudu berani mengambil keputusan.
Oya satu lagi yang terlewat,
selesai makan siang, anak-anak bergerak mencuci piringnya masing-masing. Dan saya
yakin anda akan sepakat jika kegiatan mencuci piring sendiri ini bisa menjadi
pelajaran moral yang kelima.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar