Minggu, Oktober 23, 2016

4 Pelajaran Moral Dari Kegiatan Makan Siang



Pada satu kesempatan saya pernah mengamati bagaimana cara anak-anak SD Al Biruni makan siang. Mereka duduk rapi melingkari meja di atas kursi masing-masing. Makanan sudah siap tersaji; ada nasi, sayur sawi, ikan dan tempe goreng. 

“Teman-teman, siapa yang hari ini memimpin kegiatan makan siang?” tanya Bu Izzah.

Azzam yang merasa bertugas langsung mengambil posisi siap memimpin. Di sinilah pemandangan menarik terjadi. Selesai memimpin doa, Azzam memberikan informasi kepada teman-temannya. Dengan penuh percaya diri Azzam menyampaikan informasi kepada teman-temannya.

“Alhamdulilah, rezeki kita hari ini ada nasi. Nasi ini mengandung karbohidrat. Berguna untuk menghasilkan energy untuk kita melakukan kegiatan.”

Kemudian Azzam lanjut menginformasikan lauk pauk yang akan mereka nikmati.

“Alhamdulilah lauk kita hari ini ada tempe. Tempe ini terbuat dari kedelai, mengandung protein nabati. Ada juga sayur sawi dan tahu. Ada juga ikan yang mengandung protein hewani.”

It’s amazing! Benar-benar tidak biasa. Saya berpikir, bahwa inilah pembelajaran yang sebenarnya. Belajar berbahasanya dapat, belajar sainsnya apalagi. Penanaman nilai-nilai karakternya begitu terlihat dengan begitu gamblang. Melalui kegiatan makan siang ini saya mendapatkan pelajaran moral nomor satu; kegiatan makan siang di sekolah, ternyata tidak sekedar memindahkan status perut dari lapar menjadi kenyang.

kegiatan snack pagi, makan buah
Di PAUD Buana Kids temuan pengamatan saya tidak kalah menarik. Anak-anak terlihat mengambil nasi sesuai kebutuhan. Lalu wadah nasi itu digeser kepada anak di sebelahnya sampai semua dapat giliran. Sampai pada suatu ketika nasi ternyata tidak bergerak. Masih berada di atas meja, karena tidak ada anak  yang duduk di atas kursi sebelah anak yang baru saja mengambil nasi. Pemiliki kursi itu sedang ada di kamar kecil.

Sempat ada anak yang meminta nasi itu bergerak ke arahnya. Tapi pada saat itu pula ada anak yang mengingatkan, “Sabar menunggu giliran. Teman kita sedang ada di kamar kecil.” Luar biasanya nasi tetap tidak berpindah sampai anak itu datang. Pelajaran moral nomor dua. Sabar menunggu giliran.

Cara guru-gurunya berbahasa juga menarik dipelajari sekaligus dikaji. Ketika anak mengambil nasi terlalu banyak, guru akan menyampaikan,

“Apakah Azzam sudah mengambil nasi sesuai kebutuhan?”

Ketika anak menjawab sudah. Guru lanjut bertanya lagi, “Apakah Azam perlu makan banyak hari ini?”

Ketika anak menjawab iya, guru memberikan konsekuensi. “Bertanggung jawab dengan nasi yang sudah diambil.”

Sebaliknya ketika ada anak mengambil nasi terlalu sedikit guru akan menyampaikan, “Apakah sudah mengambil nasi sesuai kebutuhan?”

Saat anak menjawab sudah, sang guru meyakinkan lagi.

“Syifa tadi sudah berkegiatan dan akan melanjutkan kegiatan. Syifa perlu energi yang banyak,” kata gurunya menggiring Syifa untuk mengambil keputusan. Anak tersebut tetap pada pilihannya. Makan sedikit. Sampai akhirnya guru memberikan pilihan “Baik. Nanti Syifa bisa nambah jika diperlukan.”
Entah karena hebatnya guru yang bisa membaca anaknya, yang terjadi anak tersebut memang benar-benar nambah makannya. Pelajaran moral nomor tiga; makanlah sesuai kebutuhan.

Dan dari serangkaian pelajaran moral dari kegiatan makan siang ini, sampailah pada satu tahap kesimpulan. Biarkan anak-anak mengambil keputusan sendiri. Tugas kita sebagai guru dan orang tua adalah membantu memberikan pertimbangan. Kelak dari sinilah akan lahir para pemimpin yang berani mengambil keputusan yang didasari atas dasar pertimbangan. Tidak dictator. Tidak serampangan. Dan inilah yang menjadi pelajaran moral nomor empat, menjadi leader itu harus berani menentukan pilihan, kudu berani mengambil keputusan.

Oya satu lagi yang terlewat, selesai makan siang, anak-anak bergerak mencuci piringnya masing-masing. Dan saya yakin anda akan sepakat jika kegiatan mencuci piring sendiri ini bisa menjadi pelajaran moral yang kelima.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mentalitas Menghadapi USBN