Rabu, Agustus 17, 2016

Berpikir dan Bersikap Positif


sumber ilustrasi : https://farm6.staticflickr.com

Akhirnya saya berhasil datang tepat waktu mengantar anak sekolah. Tapi tampaknya saya terlalu cepat. Sekolah masih sepi. Gerbang masih ditutup. Belum ada  guru yang menyambut. Tidak lama kemudian ada yang membuka gerbang.

Saya pun bertanya kepada yang membuka gerbang, “Hari ini anak-anak pulang jam berapa bu?” Ini saya tanyakan karena saat itu adalah hari pertama sekolah. Mendengar pertanyaan saya ia hanya diam, seperti kebingungan menjawab pertanyaan saya. Dalam hati, ini guru kok,  tidak tahu informasi sekolah. Saya ulang pertanyaannya, barangkali belum mendengar jelas apa yang saya katakan. Tapi saya tetap mendapat respon yang sama. Guru itu terlihat bingung. Kembali saya ulangi pertanyaannya dengan nada agak keras. “Bu, hari ini anak-anak pulang jam berapa?” Ia terlihat semakin bingung.

Saya merasa waktu habis sia-sia. Hari semakin siang, sementara aku harus berangkat ke tempat kerja, akhirnya saya pergi dengan rasa kesal. Pertanyaan sederhana saya tidak terjawab.

Beberapa hari setelah peristiwa itu, saya dapat kabar, kalau orang yang membuka gerbang itu bukan guru, tapi cleaning service. Informasi tambahan yang saya dapat juga dia punya masalah dalam pendengarannya. Ketika mengajak komunikasi harus dengan nada agak keras.

Duar!! Mendengar itu saya seperti disambar geledek! Saya salah menilai. Sangat menyesal. Terlalu dini menilai tidak responsif. Tidak peka. Tidak memberikan pelayanan yang terbaik kepada saya sebagai orang tua murid. Tapi jauh dari itu semua, ternyata saya sendiri yang bermasalah. Ketika saya ingin segera dapat jawaban atas pertanyaan yang saya lemparkan, itu pertanda saya tidak sabaran. Saat saya sempat muncul prasangka tidak baik, pertanda saya tidak berpikir positif. Sabar dan berpikir positif. Dua sikap yang masih belum benar-benar menyerap dalam urat nadi kehidupan saya.

Padahal dibalik kekurangannya, banyak yang salut dengan semangatnya bekerja. Ia paling gesit untuk urusan bersih-bersih. Ada jelaga sedikit saja langsung dibersihkan. Lantai kotor langsung dipel. Bahkan kipas angin juga ia bersihkan. Selesai bersih-bersih, apakah dia istirahat? Ternyata tidak. Ia ikut membantu pekerjaan dapur.

Ighfirnii Ya Ghaffar. Ternyata saya telah salah menilai seseorang. Saya merasa dulu berhak marah karena tidak mendapatkan jawaban yang seharusnya saya dapatkan. Parahnya pada saat itu saya merasa diri paling benar. Saya begitu mudahnya menaruh prasangka kepada orang yang belum saya kenal baik. Padahal alasan saya saat itu tidaklah masuk akal.

Saya teringat sebuah hadits, yang isinya, “Temukan tujuh puluh dalih untuk menganggap benar perilaku saudaramu yang tampak keliru di matamu… Dan jika setelah tujuh puluh alasan terasa tidak masuk akal juga, maka katakan pada dirimu : ‘Saudaraku ini punya ‘udzur yg mungkin tidak kuketahui.”

Hadits ini seakan menyiratkan pesan, boleh kok kita bersuudzon pada orang lain, asalkan kita sudah mengantongi 70 alasan. Susah? Pasti. Itulah hebatnya rasulullah mengajarkan sekaligus mengajak kita untuk selalu berpikir positif, dan tidak mudah berprasangka negatif.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mentalitas Menghadapi USBN