Senin, Januari 02, 2017

Dua Rahasia Berbahasa

Rahasia pertama adalah tentang penggunaan bahasa. Tepatnya Bahasa Indonesia. Coba ingat-ingat, berapa lama kita belajar Bahasa Indonesia? Kita hitung ya. Kita mulai dikenalkan pelajaran ini sejak kelas 1 SD. Pelajaran ini berlanjut sampai perguruan tinggi. Dengan asumsi kuliah 4 tahun, itu artinya kita  telah belajar Bahasa Indonesia selama 16 tahun!

Itu pun belum dihitung sejak TK yang menggunakan Bahasa Indonesia sebagai pengantar. Belum dihitung dari bahasa yang kita gunakan sehari-hari. Pertanyaannya selama 16 tahun ini apakah kita benar-benar menggunakan Bahasa Indonesia dalam berbahasa kita atau malah mengabaikannya?

Andai saja semua orang tahu, betapa dahsyatnya penggunaan bahasa berpola dalam komunikasi ini, saya yakin semua orang akan kembali membuka pelajaran Bahasa Indonesianya yang dulu telah dipelajari di sekolah. Jika semua orang paham betapa dahsyatnya jika bahasa ini diverbalkan, saya yakin orang-orang akan berusaha sekuat tenaga menerapkannya.

Ada begitu banyak dari kita yang telah mengabaikan bahasa sendiri. Barangkali yang benar-benar menerapkan bahasa berpola ini hanya wartawan atau penulis yang benar-benar sangat memperhatikan detail EYD. Tapi apakah hal yang sama juga diterapkan dalam berbahasa mereka sehari-hari, atau hanya ketika untuk menulis atau membuat berita?

Prinsip komunikasi itu “yang penting nyambung,” pesan tersampaikan. Mungkin ada yang berpendapat seperti itu. Sama! Saya pun demikian. Jadi sah-sah saja katakanlah saat sedang kumpul-kumpul kemudian kita menginginkan sesuatu, kita cukup bilang, “Eh, ambilkan itu!” dan hebatnya lagi kita mendapatkan apa yang kita mau. Ada orang yang bergerak yang mengambilkan apa yang kita inginkan. Tapi sekarang saya punya prinsip yang berbeda. Bukan pesannya yang penting sampai. Tapi yang sampai itu harusnya pesan yang penting.

Dalam pengamatan kami penggunaan bahasa yang terstruktur akan membuat susunan saraf otak jadi lebih rapi dan terstruktur. Strukturnya syaraf otak akan berimbas pada perilaku yang juga lebih tertib. Anak menjadi lebih fokus, lebih santun, dan lebih kelihatan manusianya. Dan ini sangat baik untuk perkembangan anak terutama anak usia dini, saat diterapkan dalam pola pengasuhan.

Bagaimana anak bisa bergerak tanpa diperintah, tahu batasan, mengerti peraturan, memiliki empati, lebih santun, bisa mengkritisi segala sesuatu dengan cara penyampaian yang bisa diterima lawan bicara, bisa memberikan informasi dengan runut dan lebih jelas. Sangat kontras sekali dengan bahasa orang kebanyakan, bukan hanya karena tidak berpola, tapi juga kerap kadang terdengar kurang santun, karena masih banyak bahasa yang diucapkan masih menerapkan pola memarahi, melarang, apalagi menyuruh.

Dampak penggunaan Bahasa Indonesia ini hanya akan anda rasakan manfaatnya jika menerapkan rambu-rambu tanpa 3M. Dan ini menjadi rahasia kedua. Bahasa yang tanpa memarahi, tanpa melarang, tanpa menyuruh. Inilah yang membuat saya tak mampu mengucapkan sepatah katapun saat diminta masuk kelas untuk mengajar anak-anak SD Al Biruni.

Saya yang sudah 6 tahun menjadi guru, ternyata dibuat tak berkutik dengan rambu-rambu ini. Dulu saya mudah saja menyuruh anak-anak untuk duduk tenang. Melarang atau memarahi jika anak-anak tidak sesuai dengan yang saya inginkan.  Tapi saat itu saya benar-benar dibuat tak bisa berbuat apa-apa. Bagi saya menggunakan Bahasa Indonesia yang terstruktur tidak masalah, karena saya juga penulis. Tapi rambu-rambu tanpa 3M itu yang membuat saya benar-benar kehilangan kata-kata.

Saya bingung bagaimana harus mengendalikan anak-anak tanpa memarahi, tanpa melarang, tanpa menyuruh. Hampir saja yang berucap, “Anak-anak, tolong yang tenang. Pak Irfan mau mengajar.” Tapi itu menyuruh. Hampir pula saya mengucapkan, “Jangan bermain terus! Waktu belajar kita terbatas.” Ini melarang. Bahkan hampir saja saya main fisik dengan memegangi salah satu tangan anak kemudian berkata dengan nada emosional, “Pak Irfan sudah peringatkan tiga kali, tapi kalian tidak merespon, hentikan permainannya. Saatnya belajar.” Ini memarahi.

Drama pertama masuk kelas ini berakhir ketika Bu Izzah menyampaikan dengan tenang, “Teman-teman perlu fokus. Pak Irfan sudah siap untuk belajar bersama teman-teman.” Tanpa perlu dikomando, seketika anak-anak langsung mendekat ke arahku. Ini luar biasa menakjubkan!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mentalitas Menghadapi USBN