Ali Irfan saat memberikan training motivasi dalam acara Mabit MI Luqman Al Hakim - foto- foto2 by Araf Hakim |
Saya merasa bahagia bisa
dipertemukan dengan anak-anak hebat pada kesempatan Mabit MI Luqman Al Hakim belum
lama ini. Saya juga tak kalah bahagianya pernah menjadi bagian sejarah dari MI
Luqman Al Hakim. Mendidik dan membersamai mereka di sekolah menjadi sejarah
tersendiri buat saya sekaligus menjadi sumber inspirasi.
Malam itu saya memperkenalkan diri
sebagai Pak Irfan. Anak-anak melongo. Saya sampaikan dulu identitas saya ketika
masih mengajar di Luqman Al Hakim adalah Ustad Ali. Berkacamata, guru ramah,
menyenangkan, dan selalu ceria. Tapi sekarang identitas saya berubah. Di tempat
saya yang baru, SEMAI, saya memang menjadi manusia baru. saya bukan lagi
sebagai Ustad Ali, tapi sebagai Pak Irfan. Bedanya Pak Irfan tidak lagi pakai
kacamata, dengan gaya bahasa yang berbeda.
Di hadapan mereka saya minta
persetujuan, sayang mereka keberatan. Anak-anak lebih memilih tetap menyapa
saya Ustad Ali. Tapi tidaklah mengapa. Mereka tetap murid saya. Saya tetap guru
mereka. Bukankah hubungan guru murid tidak akan terputus hanya karena sudah
tidak berada pada satu sekolah lagi.
Kehadiran saya di sana difasilitasi
Ustad Daiman selaku Kapal Madrasah dan Ustad Araf sebagai Waka Kesiswaan.
Tujuannya satu, mengisi training motivasi anak-anak kelas 6. Pertemuan ini
sekaligus mengingatku saat masih bersamai mereka di sekolah. Itulah masa-masa
yang masih kurindukan sampai detik ini.
Pernah beberapa kali saya
silaturahim ke sekolah, tapi karena tujuannya hanya bertemu dengan beberapa
guru, membuat pertemuan dengan anak-anak terasa belum optimal. Ketemu hanya
sekedar menyapa setelah itu mereka kembali masuk ke kelas lagi untuk belajar.
Pertanyaan yang seringkali keluar
saat saya bermain di sekolah adalah,
“Kenapa Ustad Ali pindah?”
“Kenapa Ustad Ali tidak ngajar lagi?”
“Sekarang ustad Ali ngajar dimana?”
Saya pikir inilah momentum tepat
untuk memberikan jawaban secara lengkap. Harapannya dengan memberikan jawaban
ini, ketika suatu saat saya main lagi ke sekolah, pertanyaan anak-anak sudah
berbeda dan berganti dengan pertanyaan-pertanyaan lain.
Saya sampaikan bahwa kepindahan
Ustad Ali ke tempat yang sekarang itu dalam rangka hijrah. Bahasa kerennya itu move on. Dari tempat yang baik menuju
tempat yang lebih baik lagi. Alasan lain adalah punya misi menyebarkan ilmu
dengan jangkauan yang lebih luas lagi melalui lembaga pelatihan yang saya
kelola. Sekaligus mengajarkan pengalaman yang telah saya dapat selama menjadi
guru di MI Luqman Al Hakim, sekaligus belajar dunia baru yang memang tidak
jauh-jauh dari passion saya saat ini. Teaching,
writing, & training.
Malam itu saya menyampaikan
pentingnya kita untuk melangitkan impian. Ketika impian sudah terlangitkan,
maka langkah berikutnya adalah memantaskan diri untuk bisa meraih impian itu.
Katakanlah kita ingin membahagiakan orang tua agar kita bisa meraih syurga.
Tapi ketika masih sering membuat orang tua kita kecewa, maka syurga belum
pantas untuk kita. Ketika shalat masih belum lengkap, maka syurga belum pantas
untuk kita.
Cara lain adalah dengan memberikan
manfaat seluas-luasnya untuk banyak orang. Semakin sering kita dimanfaatkan,
maka akan semakin besar ladang pahala yang bisa kita dapatkan. Tapi ketika
orang lain jarang memanfaatkan kita, itu berarti hati kita masih belum bening.
Ketika ada yang tidak meminta pertolongan dari kita, itu artinya hati kita
belum jernih.
Jika belum ada yang memanfaatkan
kita, maka bisa dimulai dengan dengan menawarkan diri agar orang lain bisa
memanfaatkan kita, menawarkan pertolongan buat orang lain baik yang membutuhkan
maupun terlihat tidak membutuhkan. Dengan begitu kita menjadi semakin
bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar