Responden
memberikan tanggapan beragam, tapi mengerucut pada satu hal. Mereka tidak
menemukan kenyamanan jika memosisikan diri sebagai anak yang kerap dididik
dengan cara dimarahi, dilarang, ataupun disuruh.
Rohmah Hamdani mengungkapkan ketidaknyamanannya,
“Sebel, membatin, menggurutu, merasa digurui seperti tidak puna pikiran dan
perasaan padahal sama-sama punya otak dan hati yang sama fungsi. Tidak punya
pikiran dan perasaan, padahal sama-sama punya otak dan hati yang sama fungsi.”
Muhammad Taufik Hidayat juga merasakan perasaan yang hampir
sama. “Sebel. Kalau disuruh malah tidak mau dikerjakan. Kalau dilarang malah
penasaran. Rebel mind.”
Aslia Jalil lebih memilih membebaskan untuk melakukan apa yang anak-anak kehendaki asalkan untuk kebaikan dan tetap dalam pantauan sepengetahuannya. Ketika melihat ada indikasi melewati batas beri pengertian. Jika masih melanggar, baru menunjukkan sikap tegas.
Ajeng Rosa Hana Monica justru merasa sedih. “Sedih banget, bahkan bisa sampe nangis kalo saya, karena
wanita itu rentan.
***
Tanpa perlu menunggu ratusan
komentar, saya kira beberapa komentar di atas sudah cukup mewakili. Yang jelas,
kita merasa tidak nyaman jika dimarahi, tidak enak kalau disuruh-suruh, kurang
tenang jika dilarang-larang. Nah, kita yang sudah dewasa saja merasakan
ketidaknyamanan, lalu bagaimana dengan perasaan anak-anak, yang belum tahu apa
itu konsekuensi, yang belum paham apa itu aturan, karena dunianya masih dunia
bermain. Karena semua itu masih dalam tahap dikenalkan.
Mendidik tanpa 3M memang
kelihatannya sederhana. Tapi butuh perjuangan luar biasa saat menerapkannya
ternyata. Sadar, sabar, dan belajar menjadi kunci untuk bisa menerapkan pola
ini. Karena hanya orang-orang yang sadarlah yang mau bergerak. Sadar bahwa
selama ini keliru. Kemudian mencoba berubah untuk memperbaiki. Sabar menjalani
proses, karena pola 3M ini adalah warisan turun temurun pola lama dalam
mendidik, yang sudah mengurat akar, sudah menjadi kebiasaan, bahkan dianggap
sebagai sebuah kewajaran, sehingga tidak dianggap sebagai masalah. Dan yang
terakhir adalah mau belajar hal-hal yang terlihat sederhana yang berdampak luar
biasa ini.
Saya sendiri merasa kerap bersalah
karena masih belum sepenuhnya bisa menerapkan pola 3M ini. Masih terbawa
pengaruh pola-pola lama. Tanpa sadar kadang masih dengan sangat mudah marah.
Mudah sekali membentak, dan belakangan baru tahu kalau ketika Like dan adiknya
bertikai memperebutkan mainan. Sering terdengar suara bentakan si kakak kepada
adiknya, yang saya perhatikan dari gaya bentakannya itu mirip dengan gaya saya
ketika membentaknya.
Atas kekeliruan ini, lalu saya peluk
anak saya, meminta maaf sambil berucap sesuatu kepadanya, Maafkan ayah, Nak. Ayah masih belajar. Masih belajar menjadi ayah yang
baik untuk kamu, Nak.”
Dari peristiwa itulah saya mulai
memantapkan niat untuk menerapkan secara total menerapkan pola mendidik tanpa
memarahi, tanpa melarang, tanpa menyuruh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar