Kamis, Januari 19, 2017

Boleh Saya Tilang, Mbak?

Siapa bilang penggunaan bahasa berpola yang kami terapkan di sekolah hanya untuk interaksi antara guru murid atau orang tua anak saja. Tidak seterbatas itu. Penerapannya justru bisa kepada siapa saja. Kalau anda baca postingan saya kemarin, ada percakapan antara Damar dengan penjaga toko roti.

Nah, hari ini saya mendapatkan kisah berbeda lagi. Kisah tentang salah satu guru Buana Kids yang ketika melaju sepeda motornya dihentikan petugas operasi lalu lintas. Kawan saya yang sudah terbiasa dengan pola bahasa santun tampak tenang menghadapi polisi. Bagaimana kelembutan bahasanya yang mampu melunakredamkan emosi. Kekuatan bahasa berpola dengan penyampaian yang santun, ternyata berdampak pada seorang polisi yang mendadak minta ijin untuk menilang.

“Maaf pak, saya tidak membawa STNK,” kata Bu Uci dengan lembut
 
“STNK-nya dimana?” tanya polisi.

“STNK sedang di bawa kakak di Jakarta untuk mengurus mutasi.”

“Mbak harusnya bawa surat keterangan.”

“Oh, begitu ya pak. Maaf, saya tidak tahu informasi itu.”

“Boleh saya tilang, mbak?”

Dalam hati teman saya merasa terkejut, “Eh, pak polisi malah  minta izin. Santun benar Pak Polisi ini.”  Ia malah jadi tidak enak hati.

Akhirnya kawan saya pun tetap dapat surat tilang, yang akan diselesaikan melalui jalur pengadilan.

“Oh, iya, pak. Nanti kalau ke pengadilan apa yang harus saya bawa dan saya siapkan?” tanya kawan saya polos.

“Tidak perlu bawa apa-apa, cukup bawa surat tilang ini saja.”

“Maksud saya berapa uang yang harus saya siapkan?” Pak Polisi pun menyebutkan kisaran angka. Kawan saya mengucapkan terimakasih.  
***
Bisa kita lihat, bagaimana proses penilangan berlangsung dengan adem, saling menerima, saling memahami dan mengerti dengan peran masing-masing. Sementara kebanyakan, ketika ada operasi lalu lintas, yang merasa bersalah lebih memilih menghindar agar tidak ditilang. Kalau pun terpaksa sudah distop juga berusaha mengelak, melakukan pembelaan. Belum lagi dengan ekspresi kebanyakan petugas yang menampakkan wajah beringas. Bahkan tak jarang suasana menjadi semakin memanas. Polisi ngotot untuk menindak pelanggar, yang melanggar juga tidak kalah ngotot melakukan adu argument yang intinya agar tidak jadi ditilang.

Selama ini, kesantunan di jalan seolah telah hilang. Bahkan pada kesempatan yang sama tepat di samping kawan saya itu ada juga sepeda motor yang diberhentikan oleh polwan. Pengendara sepeda motor itu bapak-bapak paruh baya, hanya mengenakan kaos dan celana pendek, tanpa helm, termasuk surat-surat. Belum ditanya, si bapak langsung membela diri

“Saya baru dari rumah sakit. Baru periksa. Tidak bawa apa-apa.”

“Tetap kami tilang, pak,” ucap Polwan itu tegas. Tanpa senyum. ekskpresinya jauh dari kesan ramah.

Dari kisah ini saya banyak belajar, betapa sikap santun tetap diperlukan dimanapun, tidak terkecuali di jalanan.

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mentalitas Menghadapi USBN