Nah, hari ini saya mendapatkan
kisah berbeda lagi. Kisah tentang salah satu guru Buana Kids yang ketika melaju
sepeda motornya dihentikan petugas operasi lalu lintas. Kawan saya yang sudah
terbiasa dengan pola bahasa santun tampak tenang menghadapi polisi. Bagaimana
kelembutan bahasanya yang mampu melunakredamkan emosi. Kekuatan bahasa berpola
dengan penyampaian yang santun, ternyata berdampak pada seorang polisi yang
mendadak minta ijin untuk menilang.
“Maaf pak, saya tidak membawa STNK,”
kata Bu Uci dengan lembut
“STNK-nya dimana?” tanya polisi.
“STNK sedang di bawa kakak di
Jakarta untuk mengurus mutasi.”
“Mbak harusnya bawa surat
keterangan.”
“Oh, begitu ya pak. Maaf, saya
tidak tahu informasi itu.”
“Boleh saya tilang, mbak?”
Dalam hati teman saya merasa
terkejut, “Eh, pak polisi malah minta izin.
Santun benar Pak Polisi ini.” Ia malah
jadi tidak enak hati.
Akhirnya kawan saya pun tetap dapat
surat tilang, yang akan diselesaikan melalui jalur pengadilan.
“Oh, iya, pak. Nanti kalau ke
pengadilan apa yang harus saya bawa dan saya siapkan?” tanya kawan saya polos.
“Tidak perlu bawa apa-apa, cukup
bawa surat tilang ini saja.”
“Maksud saya berapa uang yang harus
saya siapkan?” Pak Polisi pun menyebutkan kisaran angka. Kawan saya mengucapkan
terimakasih.
***
Bisa kita lihat, bagaimana proses
penilangan berlangsung dengan adem, saling menerima, saling memahami dan
mengerti dengan peran masing-masing. Sementara kebanyakan, ketika ada operasi
lalu lintas, yang merasa bersalah lebih memilih menghindar agar tidak ditilang.
Kalau pun terpaksa sudah distop juga berusaha mengelak, melakukan pembelaan.
Belum lagi dengan ekspresi kebanyakan petugas yang menampakkan wajah beringas.
Bahkan tak jarang suasana menjadi semakin memanas. Polisi ngotot untuk menindak
pelanggar, yang melanggar juga tidak kalah ngotot melakukan adu argument yang
intinya agar tidak jadi ditilang.
Selama ini, kesantunan di jalan
seolah telah hilang. Bahkan pada kesempatan yang sama tepat di samping kawan
saya itu ada juga sepeda motor yang diberhentikan oleh polwan. Pengendara
sepeda motor itu bapak-bapak paruh baya, hanya mengenakan kaos dan celana
pendek, tanpa helm, termasuk surat-surat. Belum ditanya, si bapak langsung
membela diri
“Saya baru dari rumah sakit. Baru
periksa. Tidak bawa apa-apa.”
“Tetap kami tilang, pak,” ucap
Polwan itu tegas. Tanpa senyum. ekskpresinya jauh dari kesan ramah.
Dari kisah ini saya banyak belajar,
betapa sikap santun tetap diperlukan dimanapun, tidak terkecuali di jalanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar