foto by : Araf Hakim |
Yudhistira A Massardi (2002; 319)
dalam Pendidikan Karakter dengan Metode Sentra memandang berbahasa sama dengan
perilaku lainnya seperti berjalan, duduk, dan berlari. Perkembangan bahasa pada
anak bukan saja dipengaruhi oleh kondisi biologis anak, tetapi lingkungan bahasa
di sekitar anak sejak usia dini itu lebih penting.
Pendapat ini merujuk Lev Vygotsky
yang menentang gagasan-gagasan Piaget tentang bahasa dan pemikiran. Bagi Piaget bahasa baru tampil ketika anak sudah mencapai perkembangan yang cukup maju. Padahal pada kenyataannya, kebanyakan anak diajari bahasa sejak usia yang sangat muda. Bahkan saat anak baru mengenal dunia. Vygotsky menawarkan suatu potret perkembangan manusia sebagai sesuatu yang tidak
terpisahkan dari kegiatan-kegiatan sosial budaya. Sang Mozart Psikologi ini menekankan bagaimana
proses perkembangan mental seperti ingatan, perhatian, dan penalaran yang
melibatkan pembelajaran yang menggunakan temuan-temuan masyarakat seperti
bahasa, sistem matematika, dan alat-alat ingatan. Menurutnya, bahasa, bahkan dalam
bentuknya yang paling awal, adalah berbasis sosial.
Mengingat pentingnya kemampuan berbahasa perlu dikenalkan sedini mungkin. Bisa kita lihat, sadar atau tidak, cara berbahasa sebagian masyarakat kita rata-rata masih bermasalah. Bahkan,
ini terjadi tanpa disadari, karena dianggap lumrah, biasa, dan tidak dianggap
sebagai masalah. Penggunaan bahasa yang tidak tepat, cara berbahasa yang salah ternyata
menimbulkan masalah besar dalam menjalani kehidupannya.
Semua permasalahan di atas apalagi
kalau bukan karena kemampuan berbahasa yang kurang terasah. Jika dirunut ke
belakang, sebenarnya ada pengalaman masa lalu yang belum tuntas saat masa kecilnya.
Ledakan egosentrisnya yang pada umur 1-2 tahun itu dikekang. Pada masa-masa itu
anak sedang mulai pada tahapan sedang cerewet-cerewetnya, sering banyak
bertanya, tapi tidak kita fasilitasi dengan baik. Kita cenderung memotongnya,
bahkan mematikannya. Sehingga ketika ada orang dewasa, tapi belum bisa
menguasai resolusi konflik, sama halnya levelnya seperti anak toddler {usia 1 – 2 tahun}. Maka jangan
heran, saat di sekolah, guru memberikan kesempatan bertanya, tapi murid-murid
lebih banyak diam, tidak memilki keberanian mengangkat tangan sebagai pertanda
siap bertanya. Dampaknya anak tumbuh menjadi pribadi pemalu, ragu-ragu,
pesimis, tidak memilki keberanian memutuskan, dan tidak memiliki kemampuan menyelesaikan
masalah. Orang-orang yang memiliki karakter tersebut, dalam fase kehidupannya,
dia tidak akan menjadi orang sukses.
Sebagai makhluk sosial,
interaksi orang lain tidak terbantahkan. Kita tidak bisa menghindari itu. Kita
tidak mungkin bisa hidup sendiri. Salah satu bagian paling penting dalam berinteraksi
adalah berkomunikasi, dan berkomunikasi sangat dekat dengan cara berbahasa. Dan
salah satu fungsi bahasa adalah sebagai media untuk mengatasi masalah saat
konflik. Dan ini tidak terhindarkan, karena suatu saat dalam fase kehidupan
seseorang pasti akan menghadapi masalah. Sementara masalah hadir bukan untuk
dihindari, tapi untuk diberikan solusi. Masalah juga hadir sebagai upaya
mendewasakan cara berpikir sekaligus bersikap seseorang.
Nah, salah satu upaya yang
bisa kita perbaiki adalah dengan mengubah cara berbahasa. Cara yang dimaksud
adalah dengan memberikan kesempatan anak-anak kita yang masih usia dini dengan
berbicara, mengungkapkan sekaligus menyampaikan perasaannya, tidak memangkas
apalagi mematikan. Mengungkapkan perasaan itu penting karena perasaan ibarat
air yang harus terus menerus dialirkan. Jika tidak dialirkan, maka akan
tersumbat, terbendung, dan ketika air tersumbat akan mencari jalan keluar
sendiri. Perasaan yang tersumbat, dia akan mencari jalan keluar sendiri, yang
jika tidak tepat bisa membahayakan kehidupannya.
Berbicara di sini tidak
sekedar mengungkapkan isi hati dan perasaan semata, tapi juga dengan menggunakan
bahasa yang berpola SPOK. Subjek, predikat, objek, dan keterangan. Bahasa yang
terstruktur. Bahasa berpola ini bertujuan untuk menyampaikan fakta informasi
secara utuh, tidak bias, dan tidak salah tafsir.
Inilah yang sehari-hari diterapkan
di sekolah sentra yang kami kelola. Bahasa yang kami gunakan adalah bahasa yang
terstruktur dengan menghindari 3M (Memarahi,
Melarang, Menyuruh). Itulah bahasa yang sehari-hari kami pakai, baik bahasa
terhadap sesama guru, guru terhadap murid atau murid terhadap guru, termasuk
murid terhadap murid.
Sesuai tahap perkembangan
anak, penggunaan bahasa yang berpola, akan membuat susunan sel saraf otak
menjadi lebih terstruktur. Anak-anak yang terbiasa mendengar pola bahasa yang
terstruktur, membuat mereka memiliki kemampuan bicara, mudah menyerap berbagai
macam informasi, mudah mempelajari bahasa asing, gampang mengungkapkan
perasaan, memiliki keberanian menyatakan pendapat, mempunyai kemampuan menyelesaikan
masalah, dan yang paling membuat adem
hati orang tua dan guru adalah anak-anak terlihat menjadi lebih santun.
Mantap kang..
BalasHapusMantap kang..
BalasHapusApanya Kang?
HapusImbasnya terhadap orang tua di rumah juga Pak, secara tidak langsung di rumah para orang tua juga ikut terbawa arus = berbahasa yang baik dan terstruktur. Itu yang saya rasakan, terimakasih para guru di Buana Kids.
BalasHapusBungkus....
BalasHapusBerapa bungkus Pak Araf?
HapusBagus....sayang gak ber'nas' (tradisi ilmiah). Sudah sebut "para pakar perilaku..." tp siapa mereka?
BalasHapusTerimakasih masukannya bu Mursita. Setelah saya baca lagi akhirnya ketemu juga pakar perilaku yang dimaksud. Silahkan bisa dibaca ulang, sudah saya edit.
Hapus