Ada guru yang
ketika di kelas kurang bisa mengontrol suara. Saya ingat pada suatu ketika saya
berkesempatan melakukan Monev di sebuah sekolah di Bogor dan Bandung. Saat itu
jumlah siswanya mencapai 46 siswa! Jelas angka itu masuk kategori overload.
Energi yang dikeluarkan guru pun harus ekstra. Tanpa ada alat bantu berupa
pengeras suara, suara yang terdengar di telinga saya seperti teriak-teriak.
Sesekali terlihat menunjukkan ekspresi marah, karena kalimatnya yang tidak
direspon. Selepas pembelajaran, guru seperti terlihat habis melakukan marathon,
dan buru-buru mencari air mineral.
Pada kesempatan
yang lain saya juga ada temuan di sebuah kelas yang sebenarnya dari segi jumlah
murid tidak lebih dari 20 anak juga mengalami masalah yang sama. Guru perlu
kontrol suara. Padahal kapasitas kelasnya ideal, jumlah anaknya tidak terlalu
gemuk, hanya belasan anak. Tapi kontrol suara guru seperti tidak terkendali. Masih
terlampau tinggi. Yang terdengar di telinga saya bahkan seperti orang yang
sedang teriak-teriak.
Lalu bagaimana
sebenarnya intonasi bahasa di kelas yang baik itu?
Intonasinya
tidak terlalu rendah tidak pula terlalu tinggi. Tanpa ada teriakan, tapi bisa
memastikan suara yang keluar terdengar oleh anak-anak. Mengapresiasi seperlunya,
mengingatkan pun dengan kalimat pernyataan tidak langsung (non directive
statement) dengan ungkapan yang sama sekali tidak menyinggung perasaan, apalagi
melakukan perundungan.
Kalimat yang
terucap pastikan bahasa yang bermutu, bahasa-bahasa yang tidak bermutu
sebaiknya dihindari. Kita juga harus yakin dengan kalimat-kalimat yang akan
kita sampaikan, serta paham benar konsekuensi dari pesan yang kita ucapkan.
Ali Irfan
Public Relation Buana Kids dan SD Al Biruni
Tidak ada komentar:
Posting Komentar