Ada anak yang secara fisik besar tapi tidak dibarengi dengan pola pikir.
Ada pula anak -anak, tapi menunjukkan pola pikirnya seperti orang dewasa.
Ini jelas masalah. Terutama dalam pola asuh. Mendidik tidak
sesuai dengan tahap perkembangan anak. Hanya menuruti apa mau anak. Sekedar
mengikuti trend. Atau paling parah, yang penting anak diam. Yang penting anak
tenang. Yang penting anak senang. Padahal usia anak itu mestinya disibukkan dan
dipuaskan dengan aktivitas main yang memang menjadi kebutuhannya.
Sekarang banyak anak usia dini sudah kenal atau dikenalkan
HP. Sudah dikenalkan dengan game-game
yang di-install di handphone. Bermodal rasa ingin tahu yang
tinggi, dengan cepat anak-anak sudah kenal simbol youtube. Jika tidak didampingi orang tua, tidak dibatasi
penggunaannya, jelas itu akan mengganggu tahap perkembangannya sebagai seorang
anak. Akan ada konsekuensi yang harus ditanggung kita sebagai orang tuanya,
salah satunya adalah kehilangan masa bermain, dan yang paling parah adalah
kehilangan masa anak-anaknya untuk kegiatan yang sia-sia dan tidak akan bisa
diulang.
Tugas kita sebagai orang tua adalah mempersiapkan anak kita
sampai akil baligh. Satu kondisi anak sudah siap mengemban beban tugas dalam
menjalani kehidupannya. Akil dan baligh harus ditumbuhkan secara bersama-sama.
Bukan akil-nya dulu, baru baligh. Atau baligh dulu, baru mengasah akil-nya.
Lantas orang tua harus mulai dari mana?
Untuk memulainya bisa dengan mendidik mereka sesuai dengan
tahap perkembangan anak. Sediakan atau fasilitasi mereka dengan alat main atau
mainan yang sesuai dengan tahap perkembangan anak. Stimulus pun juga perlu
diberikan yang bisa mendukung tahap perkembangan anak. Jika ada mainan yang
memang belum saatnya dimainkan untuk anak seusianya, bersabarlah menahan diri
untuk tidak memfasilitasinya.
Ini bisa dimulai dengan hal-hal sederhana. Misalnya, ketika
membeli mainan, kita perlu memastikan apakah permainan ini tepat sesuai dengan
anak kita. Ketika ada tulisan, “Not for children under 3 years,” orang tua yang
cerdas, pasti tahu konsekuensinya jika
tetap memutuskan untuk membelikan mainan tersebut untuk anaknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar