Senin, April 24, 2017

7 Fakta Unik Sekolah Buana Kids dan SD Al Biruni


TANPA PAGAR
Secara fisik, pagar memang penting untuk menjadi batasan, selain faktor keamanan. Tapi sekolah ini lebih dulu menguatkan anak-anaknya untuk mengerti batasan sekaligus menguatkan pijakan. Sehingga anak-anak paham ke mana mereka harus bergerak tanpa harus melampaui batasan.

TANPA PAPAN NAMA
Buana Kids ada papan nama, itu pun kecil, bahkan lebih kecil dari toko sebelah. Jadi lebih sering tidak terlihat. Sementara SD Al Biruni sampai saat ini masih belum memiliki papan nama. Bahkan, masih banyak yang belum tahu jika dalam gedung Buana Kids ternyata sudah berdiri SD Al Biruni yang baru berjalan baru hanya ada kelas satunya.

RASIO JUMLAH GURU DAN SISWA 1 : 12
Fokus sekolah ini adalah menumbuhkan potensi anak didik. Itulah yang membuat sekolah ini memilih rasio 1:12 untuk jumlah guru dan siswanya. Agar bisa memantau anak-anaknya sesuai tahap perkembangan anaknya.

MENERAPKAN METODE SENTRA
Hampir semua PAUD menerapkan metode sentra. Tapi Buana Kids dan SD Al Biruni sangat memperhatikan benar-benar terkait metode sentra ini. Sedemikian hati-hatinya, balok yang tidak standar dan tidak akurat pun lebih memilih untuk dikarduskan. Dan memilih balok yang sesuai standar akurasi yang tinggi.  Oleh karenanya sekolah ini mengadopsi langsung ke sumber aslinya dengan menjadikan Sekolah Al Falah (Jakarta) dan Batutis (Bekasi) sebagai rujukan kesentraan.

KONSULTASI PARENTING INDIVIDUAL.
Kegiatan pertemuan orang tua murid dan guru di sekolah ini dilaksanakan secara individual. Tatap muka langsung dengan gurunya untuk menceritakan perkembangan anaknya. Jadi orang tua lebih puas mendengar paparan perkembangan anaknya. Waktu konsultasi juga lebih luas sekaligus luwes.

MENDIDIK TANPA 3M
Sekolah ini menerapkan pola mendidik dengan tanpa memarahi, tanpa melarang, tanpa menyuruh. Pola ini hampir ditemukan keseharian di rumah maupun di sekolah. Tapi di Buana Kids dan SD Al Biruni, guru-gurunya konsisten menerapkan mendidik tanpa 3M. Unik, bukan?

BERMITRA DENGAN SEMAI UNTUK PROGRAM PELATIHAN GURU-GURU DAN ORANG TUANYA.
Buana Kids dan SD Al Biruni paham benar bahwa sekolah yang baik adalah sekolah yang tidak hanya mendidik anak-anaknya menjadi lebih baik, beradab, tapi juga yang mengirimkan secara rutin dan intensif untuk guru-gurunya mengikuti pelatihan. Termasuk juga orang tuanya. Dalam hal ini SEMAI dipilih sebagai lembaga pelatihan untuk guru-guru dan orang tuanya. Bahkan, SEMAI menjadikan dua sekolah ini sebagai laboratorium penggunaan bahasa.

Selasa, April 18, 2017

Ini Dia Dampak Jika Orang Tua tidak Mendidik Sesuai Tahap Perkembangan Anak



Untuk mencapai hasil pendidikan yang begitu tinggi, ada beberapa proses belajar sejak anak lahir sampai dengan usia 18 tahun. Tapi di sini, saya hanya akan sedikit mengupas pada tahapan usia 0- akil baligh. 

Pada usia ini anak belajar melalui main. Macam-macam main; main dengan diri sendiri, main dengan mainan, bermain simbol, dan apabila sudah masuk SD sampai menjelang akil baligh dia bermain tanda serta main dengan aturan.

Jadi tahapan anak pada usia ini mestinya disibukkan dengan main. Memuaskan masa bermain. Banyak orang tua kadang terlupa, sehingga yang terjadi justru malah menuntut anaknya harus bisa ini, harus bisa itu. harus menguasai ini, harus menguasai itu. Padahal tahapan yang perlu dibangun itu adalah sikap, life skill, baru knowledge yang terakhir. Terlalu fokus pada yang ketiga, akan membuat anak menderita pada akhirnya, karena sikap dan life skill yang belum terbangun.

Itulah mengapa Allah memberikan rasa ingin tahu yang tinggi kepada anak-anak, sehingga mereka dengan penuh kreatif dan inisiatif bisa bergerak sesuai dengan tingkat perkembangannya.

Lantas apa dampaknya jika orang tua mendidik anak tanpa memperhatikan tahap perkembangannya? Beberapa teman Semai Parenting sudah menuliskannya dalam kolom komentar sebelum postingan ini.

Besar kemungkinan anak akan tumbuh menjadi pribadi yang tidak kreatif, tidak punya inisiatif, susah mengambil keputusan, peragu, tidak konsisten, ketika bermasyarakat akan mengalami kesulitan dalam berinteraksi sosial. Kemungkinan jangka panjang dia akan menjadi orang tua yang sama persis seperti orang tua mendidiknya. Iya, kalau benar, jika tidak?

Satu contoh pada tahapan resolusi konflik saja, jika tidak dibawa sesuai tahapannya akan membuat anak tidak nyaman.

Belum lagi proses pendidikan yang diberikan melalui perintah, larangan, dan hukuman yang biasa diberikan orang tua, yang muaranya akan melahirkan anak didik yang tidak kreatif dan berpikir abstrak yang rendah, termasuk pula ragu-ragu dalam mengambil keputusan. Padahal dalam kehidupan, proses pengambilan keputusan adalah skill penting yang perlu dimiliki setiap orang. 

Satu kesimpulan, dalam catatan ini, kuasailah ilmu tahap perkembangan anak, lalu didiklah mereka sesuai tahapan usia perkembangannya.

Mendidik Sesuai Tahap Perkembangan Anak


Ada anak yang secara fisik besar tapi tidak dibarengi dengan pola pikir.

Ada pula anak -anak, tapi menunjukkan pola pikirnya  seperti orang dewasa.

Ini jelas masalah. Terutama dalam pola asuh. Mendidik tidak sesuai dengan tahap perkembangan anak. Hanya menuruti apa mau anak. Sekedar mengikuti trend. Atau paling parah, yang penting anak diam. Yang penting anak tenang. Yang penting anak senang. Padahal usia anak itu mestinya disibukkan dan dipuaskan dengan aktivitas main yang memang menjadi kebutuhannya.

Sekarang banyak anak usia dini sudah kenal atau dikenalkan HP. Sudah dikenalkan dengan game-game yang di-install di handphone. Bermodal rasa ingin tahu yang tinggi, dengan cepat anak-anak sudah kenal simbol youtube. Jika tidak didampingi orang tua, tidak dibatasi penggunaannya, jelas itu akan mengganggu tahap perkembangannya sebagai seorang anak. Akan ada konsekuensi yang harus ditanggung kita sebagai orang tuanya, salah satunya adalah kehilangan masa bermain, dan yang paling parah adalah kehilangan masa anak-anaknya untuk kegiatan yang sia-sia dan tidak akan bisa diulang.

Tugas kita sebagai orang tua adalah mempersiapkan anak kita sampai akil baligh. Satu kondisi anak sudah siap mengemban beban tugas dalam menjalani kehidupannya. Akil dan baligh harus ditumbuhkan secara bersama-sama. Bukan akil-nya dulu, baru baligh. Atau baligh dulu, baru mengasah akil-nya.

Lantas orang tua harus mulai dari mana?

Untuk memulainya bisa dengan mendidik mereka sesuai dengan tahap perkembangan anak. Sediakan atau fasilitasi mereka dengan alat main atau mainan yang sesuai dengan tahap perkembangan anak. Stimulus pun juga perlu diberikan yang bisa mendukung tahap perkembangan anak. Jika ada mainan yang memang belum saatnya dimainkan untuk anak seusianya, bersabarlah menahan diri untuk tidak memfasilitasinya.

Ini bisa dimulai dengan hal-hal sederhana. Misalnya, ketika membeli mainan, kita perlu memastikan apakah permainan ini tepat sesuai dengan anak kita. Ketika ada tulisan, “Not for children under 3 years,” orang tua yang cerdas, pasti tahu  konsekuensinya jika tetap memutuskan untuk membelikan mainan tersebut untuk anaknya.

Senin, April 10, 2017

Inspirator Hanya Satu Menit

Ali Irfan dan  bersama Kak Tedi dalam Hanya Satu Menit
Foro bersama peserta Semai Parenting d Hotel Pesonna (9/4)
Di sela-sela acara Semai Parenting di Hotel Pesonna (9/4), saya sempat bertemu dengan Kak Tedi. Pendongeng asal Tegal ini salah satu inspirator dalam penulisan buku Hanya Satu Menit; anda bisa menaklukkan hati murid.

Diam-diam saya mempelajari bagaimana menit-menit Kak Tedi saat mendongeng.

Diam-diam saya mencuri kisah perjalanannya bagaimana menjadi seorang pendongeng dengan keterbatasannya yang tidak fasih mengucapkan huruf "R" yang oleh sebagian orang dianggap sebagai kekurangan. Tapi dengan cerdas ia menjawabnya, "Saya masih bisa mengucapkan 25 huruf yang lain." Secara tidak langsung ini mengajarkan untuk fokus pada kelebihan yang kita miliki, bukan fokus pada kekurangan. 


Semai Parenting di Hotel Pesonna



Semai Parenting sukses diselenggarakan oleh SEMAI di Hotel Pesonna (9/4) kemarin. Sebanyak 30 peserta tampak antusias mengikuti detail paparan materi parenting yang disampaikan parenter, Siti Sundari. Bahkan sebagian peserta merasakan waktu 4 jam terasa kurang.

Sundari menyampaikan strategi bagaimana mendeteksi bahasa yang melemahkan dan menguatkan  yang biasa diucapkan orang tua kepada anaknya, atau guru kepada muridnya. Tidak hanya itu, Semai Parenting tersebut juga mengulas rahsia kedahsyatan bahasa berpola, selain juga strategi mendidik tanpa melarang, tanpa memarahi, dan tanpa menyuruh.

“Tanpa sadar, bahasa yang kita ucapkan akan membentuk karakter anak-anak kita. Untuk mengubahnya bisa dimulai dari penggunaan bahasa. Bahasa yang positif dan terstruktur,” ucapnya.
Yang jelas, kunci penggunaan berbahasa dipaparkan dalam pelatihan itu. “Kuncinya adalah praktek. Bahasa itu diverbalkan, tidak cukup hanya dipelajari dan dipahami,” kata Sundari. 

Beberapa alumni pelatihan SEMAI juga mengikuti Semai Parenting ini. “Ini menjadi indikasi bahwa orang tua zaman sekarang sedemikian positif untuk mempelajari parenting, dan itu perlu dipertahankan, bahkan bila perlu ditingkatkan,” ungkap Ali Irfan selaku Manajer Pelatihan.

Ia sadar benar Seminar Parenting ini tidaklah cukup untuk menjawab semua permasalahan tentang pola pengasuhan anak. Tapi setidaknya ini bisa menggugah kesadaran orang tua dan juga guru untuk lebih memperbaiki penggunaan bahasa. “Demi memuaskan rasa penasaran peserta, pihaknya memberi kesempatan kepada peserta pelatihan untuk konsultasi tatap muka gratis paska pelatihan dengan trainer,” saran Irfan.  

Mentalitas Menghadapi USBN