Senin, November 21, 2016

“Umi Maafkan Aku, Tadi Aku Makan Tidak Sehat”

Setelah seharian menempuh perjalanan yang melelahkan, Siti Sundari sudah membayangkan begitu sampai rumah akan disambut dengan sapaan khas putri tercintanya Zafira. Menyebut umi sambil memeluk, mendengar sapaan sekaligus pelukan, maka hilanglah segala lelah dan penat, dan berganti dengan kebahagiaan bisa kembali membersamai putri tercintanya.

Tapi saat itu Wajah Zafira terlihat kurang semangat. Hanya melihati ibunya masuk rumah.

“Umi perutku tidak enak,” ucap Zafira. Tidak lama setelah itu ia muntah. Muntah banyak sekali. Apa yang telah dimakan sepertinya keluar semua. Bahkan, jika dikumpulkan, mungkin ada satu mangkuk.

Yang membuat saya bergetar mendengar kisah ini adalah ketika Zafira masih sempat-sempatnya meminta maaf. Dengan mata berkaca-kaca ia berucap,  “Umi maafkan aku. Tadi siang aku makan tidak sehat.”

Tepat setelah selesai mengucapkan kalimat permintaan maaf, Zafira kembali muntah! Sepertinya ini muntahan terakhir, karena setelahnya Zafira terlihat lebih lega. Sang ibu kemudian memeluknya. Menepuk pundaknya.  Mengecek suhu badannya. Seperti menyesalkan karena tidak bisa mendampingi seharian ini, termasuk memantau makanan.

“Alhamdulilah suhu badannya masih normal. Semoga ini hanya bentuk penjagaan dari Allah untuk Zafira dari makanan yang tidak sehat,” kata Sundari mengucap syukur.

***

Ada pelajaran yang sedemikian menggetarkan dari kisah di atas. Tubuh Zafira tidak mau menerima makanan tidak sehat. Makanya segera dimuntahkan. Meskipun sudah sempat singgah beberapa saat di dalam perut. Ini dahsyat sekali, jika ditarik ke kondisi sosial masyarakat kita yang cenderung bebas mengonsumi makanan apa saja.

Dari kisah ibunya, yang kebetulan satu kantor, masalah makanan memang benar-benar diperhatikan. Tidak hanya kehalalan, tapi juga toyyib-nya. Itupula yang diterapkan di Buana Kids dan SD Al Biruni, dimana untuk urusan makanan termasuk snack, dikelola sendiri oleh tim dapur. Sehingga kualitas sehatnya terjaga.

Di sekolah yang kami kelola, anak-anak sudah terbiasa mengonsumsi pisang rebus, brownies ketela, proll tape, kue mata sapi, kue lumpur kacang hijau, jagung manis,  singkong keju, dan kue-kue basah yang pembuatannya mengurangi porsi penggunaan terigu. Demikian pula dengan makan siang yang setiap harinya tidak lepas dari sayuran. Dan semua dibuat tanpa pewarna buatan, pengawet, apalagi penyedap rasa. Tapi sayangnya bagi anak-anak diluaran sana, kue-kue di atas seperti tidak punya daya tarik lagi.  

Membuat kebiasaan mengonsumsi makanan yang sehat itu adalah hal sangat besar. Sayangnya, sebagian besar orang masih abai terhadap masalah ini, dan tidak terlalu peduli. Parahnya itu tidak dianggap sebagai masalah besar. Penggunaan MSG atau yang lebih kita kenal sebagai penyedap rasa, di sebagian besar masyarakat kita masih belum bisa lepas dari dapur rumah.

Belum lagi makanan yang dijual di warung-warung, jajanan yang dijual bebas di jalan-jalan, yang biasanya dijual di dekat sekolah. Makanan hanya diolesi pewarna, ditambahkan penyedap bahkan penguat rasa, bentuk yang dibuat sedemikian rupa agar tampak menarik, tapi dari nilai kesehatannya… jauh dari yang diharapkan.

Kehancuran generasi dimulai dari sini. Dari pola makan. Anak diberikan kebebasan memilih makanan tidak sehat. Tidak pernah dibiasakan memilih makanan yang sehat. Banyak orang sadar, tapi tidak mampu keluar dari kebiasaan. Banyak yang tidak kuasa menolak dari jeratan kebiasaan yang membahayakan. Mencoba berhenti mengonsumsi sambal saja kita susahnya setengah mati. Orang diet saja cobaannya berat dan godaannya luar biasa. Lalu sampai kapan kita akan berhenti mengonsumsi makanan yang mengandung zat-zat berbahaya bagi tubuh kita dan anak-anak kita?

Belajarlah pada Zafira. Usianya belum genap 5 tahun, tapi tubuhnya sudah secara otomatis melakukan kontrol diri. Dari pengalamannya ia banyak belajar sekaligus tumbuh kesadaran pemahaman akan pemenuhan kebutuhan diri. Itu karena konsistensi lingkungan dalam menanamkan pemilihan makanan yang sehat untuk dikonsumsi.


Ali Irfan

SEMAI, menumbuhkan potensi, menyebar inspirasi

#ParentingSemaiTerdekat, 26 Nopember
#Pre-OrderParentingSemai24Desember
#DisiplinDenganCinta
#PenggunaanBahasa
  



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mentalitas Menghadapi USBN