Selasa, November 15, 2016

JANGAN-JANGAN, POLA BERBAHASA KITA MEMBUAT ANAK JADI EGOIS!


Kita pasti sering menemui kejadian adik kakak bertikai berebut mainan. Seperti misalnya ada kakak yang sedang asyik memainkan mainan baru. Tidak lama setelahnya adiknya datang, karena penasaran melihat apa yang dimainkan kakak. Karena belum bisa membahasakan secara verbal, ia mengambil tindakan sesuai dengan caranya; intervensi fisik. Hasilnya sudah bisa ditebak!  Terjadilah aksi rebut mainan. Masing-masing mempertahankan pilihannya. Kakak berusaha mempertahankan. Adik berusaha merebut mainan.  

Ketika kondisi kelihatannya tidak terkendali, barulah ibu datang. Dengan bahasa yang lembut, ibu berusaha mendamaikan keduanya. “Kakak kan sudah besar. Cobalah mengalah buat adik kamu yang masih kecil.” Pada kondisi ini si kakak biasanya berusaha mempertahankan mainannya, namun ibu dengan nada bahasa yang kurang lebih sama, mengucapkan kalimat lanjutan, “Kasihan adik kamu. Sudah, berikan saja mainannya,” ucapnya dengan nada agak memaksa. Dengan terpaksa diberikanlah mainan itu kepada adiknya.

Lantas, apakah selesai masalahnya? Ternyata tidak!

Boleh jadi aksi berebut mainan selesai, tapi masih ada ada riak-riak masalah yang belum tercerabut dari akarnya. Kebanyakan orang tua menganggap masalah itu selesai hanya dengan mengalah salah satunya. Sangat jelas, pada masalah ini, sang kakaklah yang biasanya diminta untuk mengalah.

Tapi tahukah anda, pola penyelesaian masalah seperti itu, besar kemungkinan akan berdampak kurang baik terhadap perkembangan psikologis anak. Membiarkan kakak yang mempertahankan mainannya sama saja membiarkan sikap egoismenya tumbuh berkembang. Memberikan begitu saja mainan itu kepada adik ketika merampas mainan kakak pun juga sama. Reaksi orang tua yang tidak adil diantara kedua anak yang sedang bertikai, punya potensi menumbuhkan egoisme pada salah satu anaknya. Ada pihak yang mengalah, ada pihak yang harus dimenangkan.

Sudut pandang orang tua mengatakan, kakak berada di pihak yang sepantasnya mengalah. Sementara adiknya berada pada pihak semestinya dibela, dan harus dimenangkan. Ketika kakaknya dipaksa untuk mengalah, dia akan tumbuh menjadi pribadi yang rendah diri. Ia merasa hak bermainnya telah dirampas. Ia tak berdaya karena mendapat desakkan dari orang tuanya untuk mengalah. Lalu bagaimana dengan adiknya? Ia yang diberikan kemudahan mendapatkan mainan besar kemungkinan bisa tumbuh sebagai pribadi yang memiliki sikap ego yang  tinggi. “Hanya dengan cara merebut paksa, aku bisa mendapatkan apa yang aku inginkan,” begitulah kira-kira bahasa adik jika dibahasakan versi kita.

Ayah bunda, sangat berbahaya jika sebagai orang tua kita memiliki kadar berlebihan dalam mencintai dan memanjakan anak. Ia akan merasa siapapun harus memenuhi seluruh kebutuhan dan keinginannya. Ia lekas marah ketika keinginannya tidak dipenuhi. Ketika ia tumbuh dewasa, ia bisa mendapat tekanan dari berbagai pihak manakala keinginannya tidak tersampaikan.
Lantas bagaimana langkah yang tepat ketika menghadapi masalah di atas?

Ada tiga solusi untuk mengatasi permasalahan di atas. Pertama; orang tua harus tahu usia perkembangan anak. Kedua, mengetahui cara berkomunikasi dengan anak, dan yang ketiga adalah pemakaian bahasa.

Detail jawaban selengkapnya, akan dijabarkan dalam kelas Parenting Semai yang akan diselenggarakan pada 19 & 26 Nopember 2016 ini. Kelas ini terbatas hanya untuk 15 peserta. Pastikan anda luangkan waktu di salah satu tanggal yang tertera. Untuk informasi selanjutnya bisa menghubungi saya di nomor 0878 4858 7456

#ParentingSemai19Nopember
#ParentingSemai26Nopember
#DisiplindenganCinta  



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mentalitas Menghadapi USBN