Rabu, November 30, 2016

Bahasa Anak Gaul

Mendengar anak muda zaman sekarang bicara terkadang saya gagal paham. Terutama dengan gaya bahasa mereka yang alay. Banyak bahasa gaul yang saya dengar, seperti, “woles” yang artinya santai, slow, atau tenang saja. Sesekali saya mendengar kepo, wa ini, kampretos, dan kata-kata lain yang dulu tidak pernah saya dengar.

Saya berpikir, bagaimana bila anak-anak ini suatu saat jadi imam shalat. Sebelum shalat dimulai, biasanya imam berkata, rapatkan dan luruskan.  Bisa-bisa, karena ingin terlihat gaul, mereka akan berkata, “rapatkan dan rebonding!” Ini adalah khayalan tingkat tinggi yang tak perlu diperdebatkan.
Selain bahasa gaul tadi, ada lagi panggilan kepada orang yang dulu jarang saya dengar. Ada yang memanggil temannya bro, fren, coy, atau wanyad kalau di Tegal. Boleh jadi panggilan paman, om, paklik, bude, mbakyu, kangmas akan tersisih dan tergusur dengan istilah baru ini. Ini bahaya! Sangat berbahaya!

Alkisah, seorang remaja gaul Jakarta datang ke rumah saudaranya di pedalaman Sumatera Utara. Ketika pamannya pulang dari berburu di hutan, anak gaul itu bertanya, 

“Darimana coy?”

Pamannya yang sedikit kaget karena dipanggil coy menjawab sekenanya. 

“Dari hutan.”

“Ngapain ke hutan?” tanya si anak gaul ini lagi. Pamannya menjawab. 

“Habis menembak babi hutan!” 

Langsung anak gaul itu berkomentar, “Cie-cie-cie! Nembak babi hutan, ni ye! Tapi ngomong-ngomong diterima nggak tuh tembakannya?”

Lagi-lagi ini adalah khayalan fiksi yang tidak perlu diperdebatkan. Just for fun ya! Hehehe..

***
Saya yakin anda tidak ingin anak-anak anda bahasanya kacau bukan seperti anak gaul tadi? Belum terlambat, salah satu cara mendidik anak itu ternyata dimulai dari penggunaan bahasa. Nah, biar tidak salah didik, tidak salah asuh, apalagi salah urus, SEMAI membuka kesempatan kepada anda untuk mengikuti kelas INTENSIVE PARENTING edisi liburan dengan tema “Mendidik dengan Cinta Melalui Penggunaan Bahasa tanpa melarang, tanpa memarahi, tanpa menyuruh!”

Kelas ini terbatas hanya untuk 12 peserta. Sampai saat ini sudah ada sekitar 100 lebih peserta yang telah merasakan manfaat pelatihan ini.

Kapan waktunya?

Sabtu, 24 Desember 2016
Pukul 08.00 – 15.00 WIB
Di Buana Kids Building Lt2
Jl. Raya Mejasem – Pacul 59-61 – Talang – Kab. Tegal

Investasi selama 7 jam pelatihan 300rb. Jika daftar hari ini sampai tanggal 15 Desember, anda berhak mendapatkan diskon 100ribu. Jadi cukup transfer 200rb saja. Hemat kan?

Sudah ambil keputusan segera. Ambil handphone anda segera hubungi saya di 0878 4858 7456. Saya tunggu ya….



Senin, November 21, 2016

“Umi Maafkan Aku, Tadi Aku Makan Tidak Sehat”

Setelah seharian menempuh perjalanan yang melelahkan, Siti Sundari sudah membayangkan begitu sampai rumah akan disambut dengan sapaan khas putri tercintanya Zafira. Menyebut umi sambil memeluk, mendengar sapaan sekaligus pelukan, maka hilanglah segala lelah dan penat, dan berganti dengan kebahagiaan bisa kembali membersamai putri tercintanya.

Tapi saat itu Wajah Zafira terlihat kurang semangat. Hanya melihati ibunya masuk rumah.

“Umi perutku tidak enak,” ucap Zafira. Tidak lama setelah itu ia muntah. Muntah banyak sekali. Apa yang telah dimakan sepertinya keluar semua. Bahkan, jika dikumpulkan, mungkin ada satu mangkuk.

Yang membuat saya bergetar mendengar kisah ini adalah ketika Zafira masih sempat-sempatnya meminta maaf. Dengan mata berkaca-kaca ia berucap,  “Umi maafkan aku. Tadi siang aku makan tidak sehat.”

Tepat setelah selesai mengucapkan kalimat permintaan maaf, Zafira kembali muntah! Sepertinya ini muntahan terakhir, karena setelahnya Zafira terlihat lebih lega. Sang ibu kemudian memeluknya. Menepuk pundaknya.  Mengecek suhu badannya. Seperti menyesalkan karena tidak bisa mendampingi seharian ini, termasuk memantau makanan.

“Alhamdulilah suhu badannya masih normal. Semoga ini hanya bentuk penjagaan dari Allah untuk Zafira dari makanan yang tidak sehat,” kata Sundari mengucap syukur.

***

Ada pelajaran yang sedemikian menggetarkan dari kisah di atas. Tubuh Zafira tidak mau menerima makanan tidak sehat. Makanya segera dimuntahkan. Meskipun sudah sempat singgah beberapa saat di dalam perut. Ini dahsyat sekali, jika ditarik ke kondisi sosial masyarakat kita yang cenderung bebas mengonsumi makanan apa saja.

Dari kisah ibunya, yang kebetulan satu kantor, masalah makanan memang benar-benar diperhatikan. Tidak hanya kehalalan, tapi juga toyyib-nya. Itupula yang diterapkan di Buana Kids dan SD Al Biruni, dimana untuk urusan makanan termasuk snack, dikelola sendiri oleh tim dapur. Sehingga kualitas sehatnya terjaga.

Di sekolah yang kami kelola, anak-anak sudah terbiasa mengonsumsi pisang rebus, brownies ketela, proll tape, kue mata sapi, kue lumpur kacang hijau, jagung manis,  singkong keju, dan kue-kue basah yang pembuatannya mengurangi porsi penggunaan terigu. Demikian pula dengan makan siang yang setiap harinya tidak lepas dari sayuran. Dan semua dibuat tanpa pewarna buatan, pengawet, apalagi penyedap rasa. Tapi sayangnya bagi anak-anak diluaran sana, kue-kue di atas seperti tidak punya daya tarik lagi.  

Membuat kebiasaan mengonsumsi makanan yang sehat itu adalah hal sangat besar. Sayangnya, sebagian besar orang masih abai terhadap masalah ini, dan tidak terlalu peduli. Parahnya itu tidak dianggap sebagai masalah besar. Penggunaan MSG atau yang lebih kita kenal sebagai penyedap rasa, di sebagian besar masyarakat kita masih belum bisa lepas dari dapur rumah.

Belum lagi makanan yang dijual di warung-warung, jajanan yang dijual bebas di jalan-jalan, yang biasanya dijual di dekat sekolah. Makanan hanya diolesi pewarna, ditambahkan penyedap bahkan penguat rasa, bentuk yang dibuat sedemikian rupa agar tampak menarik, tapi dari nilai kesehatannya… jauh dari yang diharapkan.

Kehancuran generasi dimulai dari sini. Dari pola makan. Anak diberikan kebebasan memilih makanan tidak sehat. Tidak pernah dibiasakan memilih makanan yang sehat. Banyak orang sadar, tapi tidak mampu keluar dari kebiasaan. Banyak yang tidak kuasa menolak dari jeratan kebiasaan yang membahayakan. Mencoba berhenti mengonsumsi sambal saja kita susahnya setengah mati. Orang diet saja cobaannya berat dan godaannya luar biasa. Lalu sampai kapan kita akan berhenti mengonsumsi makanan yang mengandung zat-zat berbahaya bagi tubuh kita dan anak-anak kita?

Belajarlah pada Zafira. Usianya belum genap 5 tahun, tapi tubuhnya sudah secara otomatis melakukan kontrol diri. Dari pengalamannya ia banyak belajar sekaligus tumbuh kesadaran pemahaman akan pemenuhan kebutuhan diri. Itu karena konsistensi lingkungan dalam menanamkan pemilihan makanan yang sehat untuk dikonsumsi.


Ali Irfan

SEMAI, menumbuhkan potensi, menyebar inspirasi

#ParentingSemaiTerdekat, 26 Nopember
#Pre-OrderParentingSemai24Desember
#DisiplinDenganCinta
#PenggunaanBahasa
  



Selasa, November 15, 2016

JANGAN-JANGAN, POLA BERBAHASA KITA MEMBUAT ANAK JADI EGOIS!


Kita pasti sering menemui kejadian adik kakak bertikai berebut mainan. Seperti misalnya ada kakak yang sedang asyik memainkan mainan baru. Tidak lama setelahnya adiknya datang, karena penasaran melihat apa yang dimainkan kakak. Karena belum bisa membahasakan secara verbal, ia mengambil tindakan sesuai dengan caranya; intervensi fisik. Hasilnya sudah bisa ditebak!  Terjadilah aksi rebut mainan. Masing-masing mempertahankan pilihannya. Kakak berusaha mempertahankan. Adik berusaha merebut mainan.  

Ketika kondisi kelihatannya tidak terkendali, barulah ibu datang. Dengan bahasa yang lembut, ibu berusaha mendamaikan keduanya. “Kakak kan sudah besar. Cobalah mengalah buat adik kamu yang masih kecil.” Pada kondisi ini si kakak biasanya berusaha mempertahankan mainannya, namun ibu dengan nada bahasa yang kurang lebih sama, mengucapkan kalimat lanjutan, “Kasihan adik kamu. Sudah, berikan saja mainannya,” ucapnya dengan nada agak memaksa. Dengan terpaksa diberikanlah mainan itu kepada adiknya.

Lantas, apakah selesai masalahnya? Ternyata tidak!

Boleh jadi aksi berebut mainan selesai, tapi masih ada ada riak-riak masalah yang belum tercerabut dari akarnya. Kebanyakan orang tua menganggap masalah itu selesai hanya dengan mengalah salah satunya. Sangat jelas, pada masalah ini, sang kakaklah yang biasanya diminta untuk mengalah.

Tapi tahukah anda, pola penyelesaian masalah seperti itu, besar kemungkinan akan berdampak kurang baik terhadap perkembangan psikologis anak. Membiarkan kakak yang mempertahankan mainannya sama saja membiarkan sikap egoismenya tumbuh berkembang. Memberikan begitu saja mainan itu kepada adik ketika merampas mainan kakak pun juga sama. Reaksi orang tua yang tidak adil diantara kedua anak yang sedang bertikai, punya potensi menumbuhkan egoisme pada salah satu anaknya. Ada pihak yang mengalah, ada pihak yang harus dimenangkan.

Sudut pandang orang tua mengatakan, kakak berada di pihak yang sepantasnya mengalah. Sementara adiknya berada pada pihak semestinya dibela, dan harus dimenangkan. Ketika kakaknya dipaksa untuk mengalah, dia akan tumbuh menjadi pribadi yang rendah diri. Ia merasa hak bermainnya telah dirampas. Ia tak berdaya karena mendapat desakkan dari orang tuanya untuk mengalah. Lalu bagaimana dengan adiknya? Ia yang diberikan kemudahan mendapatkan mainan besar kemungkinan bisa tumbuh sebagai pribadi yang memiliki sikap ego yang  tinggi. “Hanya dengan cara merebut paksa, aku bisa mendapatkan apa yang aku inginkan,” begitulah kira-kira bahasa adik jika dibahasakan versi kita.

Ayah bunda, sangat berbahaya jika sebagai orang tua kita memiliki kadar berlebihan dalam mencintai dan memanjakan anak. Ia akan merasa siapapun harus memenuhi seluruh kebutuhan dan keinginannya. Ia lekas marah ketika keinginannya tidak dipenuhi. Ketika ia tumbuh dewasa, ia bisa mendapat tekanan dari berbagai pihak manakala keinginannya tidak tersampaikan.
Lantas bagaimana langkah yang tepat ketika menghadapi masalah di atas?

Ada tiga solusi untuk mengatasi permasalahan di atas. Pertama; orang tua harus tahu usia perkembangan anak. Kedua, mengetahui cara berkomunikasi dengan anak, dan yang ketiga adalah pemakaian bahasa.

Detail jawaban selengkapnya, akan dijabarkan dalam kelas Parenting Semai yang akan diselenggarakan pada 19 & 26 Nopember 2016 ini. Kelas ini terbatas hanya untuk 15 peserta. Pastikan anda luangkan waktu di salah satu tanggal yang tertera. Untuk informasi selanjutnya bisa menghubungi saya di nomor 0878 4858 7456

#ParentingSemai19Nopember
#ParentingSemai26Nopember
#DisiplindenganCinta  



Kamis, November 10, 2016

Sepatu Mahal ini ternyata Murah. Yang Murah Justru Mahal

Pertama. Kita beli sepatu harganya 250ribu. Bisa dipakai selama 3 tahun. Bahkan kita sampai bosen. Karena sepatu masih layak pakai.

Kedua. Kita beli sepatu dengan harga 100ribu. Tapi baru setengah tahun, sepatu sudah rusak. Tidak layak pakai. Mau tidak mau, anda harus beli sepatu lagi, katakanlah sepatu yang sama, yang juga kualitasnya sama dengan kekuatan pakai hanya setengah tahun. Berarti dalam tempo satu tahun anda menghabiskan 200ribu untuk dua sepatu. Dalam tempo 2 tahun berarti kita sudah menghabiskan 400ribu. Dalam tiga tahun kita menghabiskan waktu 600ribu.

Padahal kalau kita ambil sepatu dengan harga yang pertama kita menghemat 350ribu. Lumayan kan? Ternyata, yang murah belum tentu murah. Dan yang kelihatannya harga mahal ternyata kenyataannya murah. Karena apa? Kualitas!

Begitu halnya dengan pelatihan. Pernah tertarik ikut pelatihan, tapi ketika melihat harga tiketnya, kita langsung balik kanan? Sama, saya juga pernah. Hehehe… Padahal kita merasa perlu dan butuh ikut pelatihan karena ilmu yang memang kita butuhkan, tapi rasa-rasanya kok tidak mampu ya….

Eits, hati-hati. Jangan sekalipun pernah bilang bahwa kita tidak mampu, meski dalam hati sekalipun. Bagaimana kalau kata-kata yang kita bisikkan benar-benar menjadi nyata? Bisa bahaya, kan? Ucapan itu doa, doa kalau sudah dikabulkan, ya efeknya mau tidak mau harus kita terima. Kalau yang dikabulkan doa yang negatif, naudzubillah! 

Lantas bagaimana tips menghadapi kenyataan sebenarnya ingin ikut pelatihan tersebut, tapi secara budget belum mencukupi. Berikut ada beberapa tips yang bisa disiasati.

Pertama. Menguatkan niat. Niat yang kuat sekaligus lurus, akan semakin menambahkan keyakinan kita, menambah motivasi kita untuk ikut pelatihan yang kita inginkan. Tanpa niat yang kuat akan melemahkan motivasi sekaligus membuat buram atas apa yang sudah menjadi tujuan kita.

Kedua, menguatkan keyakinan. Karena yakin adalah jalan kita untuk menuju tahapan tips yang ketiga. Keyakinan bahwa kita memang benar-benar butuh, dan perlu dengan ilmu. Lihat outputnya. Jangan segan tanyakan, apa hasil yang bisa saya dapatkan dari pelatihan ini. Bisa juga tanyakan sama bagian penyelenggaranya, “Beri saya tiga alasan kenapa saya harus ikut pelatihan ini?” atau dengan pertanyaan, “Apa kelebihan pelatihan ini?” atau pertanyaan-pertanyaan yang bisa menambah rasa penasaran anda.

Ketiga, memantaskan diri. Caranya bagaimana? Ya, pantaskan diri sampai kita benar-benar layak untuk ikut acara pelatihan tersebut. Jika acaranya seminggu lagi, kita masih ada persiapan selama 5-6 hari. Bisa dengan menabung, atau jika kita mewakili sebuah lembaga, kita pedekate dengan pimpinan, sampaikan, bahwa kita layak untuk mengikuti pelatihan tersebut, sampaikan pula, kelebihan apa yang akan didapatkan oleh lembaga termasuk secara personal jika ikut pelatihan ini.

Kadang kita mengatakan pelatihan ini mahal karena belum ikut saja pelatihan tersebut. Paling mudah ya dengan nekad ikut pelatihan sambil memantapkan bismillah, segera dapat pengganti dari arah yang lain. Nah, di sana kita bisa menimbang sekaligus menghitung-hitung, beneran mahal apa tidak. Jangan-jangan pelatihan yang didapatkan ini terlalu murah dari investasi yang telah kita bayarkan. Karena begitu banyak ilmu yang bisa kita praktekkan. Jika sudah demikian, sebagai orang yang konsekuen atas pilihan, anda harus bayar kekurangannya sesuai dengan nilai yang pantas sesuai takaran kantong anda. Misalkan, investasi pelatihannya 200ribu, tapi setelah ikut, anda merasa, sepertinya dengan konsep pelatihan seperti ini, dengan harga setengah juta saja ini sangat-sangat pantas. Hehehe…

Selasa, November 08, 2016

FAQ PELATIHAN DISIPLIN DENGAN CINTA MELALUI PENGGUNAAN BAHASA



Q : APA YANG AKAN SAYA DAPATKAN DI PELATIHAN INI?

A : Peserta bisa memiliki kemampuan berbahasa sekaligus mempraktekkannya dalam pengasuhan anak-anak. Ini yang tidak disadari oleh sebagian besar orang, bahwa rata-rata masih punya masalah dalam berbahasa. Ketrampilan berbahasa yang diajarkan dalam pelatihan ini sangat perlu dimiliki kita sebagai ornag tua, pendidik, maupun calon orang tua termasuk calon guru. Karena semua orang pasti akan mengalami fase itu.

Q : APA KELEBIHAN IKUT PELATIHAN INI?

A : Ada tiga kelebihan buat anda jika mengikuti pelatihan ini. Pertama jumlah peserta yang kami batasi hanya 15 peserta maksimal menjadi kelebihan dari pelatihan yang kami selenggarakan. Jadi pelatihan lebih optimal, pemahaman  yang didapat peserta menyebar merata, apalagi waktu pelatihan yang 7 jam itu benar-benar berkualitas. Kelebihan kedua adalah ada sesi observasi penggunaan bahasa di PAUD Buana Kids atau SD Al Biruni. Peserta mengamati penggunaan bahasa guru maupun anak-anaknya. Selama ini respon peserta banyak yang menyampaikan kalau bahasa guru dan anak-anak Buana Kids berbeda. Nah, bedanya seperti apa? Ikuti saja pelatihannya langsung. Biar bisa melihat dan mengamati sendiri.

Q : KENAPA SAYA HARUS IKUT PELATIHAN?

A : Karena pelatihan ini bisa menyadarkan kepada anda betapa pentingnya penggunaan bahasa. Bagaimana mendidik anak tanpa memarahi, tanpa melarang, tanpa memerintah. Selama ini ternyata sebagian besar orang tua lebih banyak menerapkan pola 3M dalam mendidik anak. Parahnya lagi itu dianggap sebagai hal yang lumrah, dan tidak menganggap itu adalah masalah.

Q : APAKAH PELATIHAN INI HANYA UNTUK ORANG TUA YANG SUDAH MEMILIKI ANAK?

A : Siapapun bisa ikut pelatihan ini. Bagi yang belum menikah, yang baru menikah, apalagi yang sudah lama  menikah. Baik yang belum punya anak apalagi yang sudah punya anak.

Q : APAKAH PELATIHAN INI RUTIN DISELENGGARAKAN?

A : karena konsen Semai adalah lembaga pelatihan, maka kami mengagendakan minimal dua kali pelatihan dalam satu bulan.

Q : BISA TIDAK SEMAI DIUNDANG KE SEKOLAH ATAU LEMBAGA?

A : Bisa. Tapi tanpa ada sesi observasi. Secara otomatis tidak bisa mendapatkan nilai lebih dari pengamatan penggunaan bahasa. Dan biasanya kalau diundang tarifnya lebih mahal, hehehe….

Q : KENAPA BIAYA PELATIHANNYA 200 RIBU?

A : Untuk sebuah investasi leher ke atas, angka 200 ribu itu tentulah kecil jika dibandingkan dengan dampak yang akan peserta dapatkan. Bayangkan saja, ada seminar yang biayanya 50-100ribu, tapi hanya 2 jam kita dapat materi. Yang ada kita hanya dapat globalnya saja. Tapi dengan angka 200ribu ini, peserta bisa dapat ilmu parenting lebih dalam dan applicable, terutama bagaimana cara berbahasa kepada anak. Menariknya lagi, peserta tidak hanya dapat teori, tapi juga mengamati penggunaan bahasa, bahkan sampai praktek berbahasa.

Q : BAGAIMANA CARANYA IKUT PELATIHAN INI?

A : Caranya mudah. Cukupi ikuti alur pendaftaran seperti format di bawah ini
DAFTAR # NAMA # PROFESI # ASAL KOTA
Kirim ke 0878 4858 7456 atas nama Ali Irfan.

Selasa, November 01, 2016

Semai Disiplin dengan Cinta di Sekolahnya Orang Tua

Suasana pelatihan disiplin dengan cintai kelas guru.
Di tempat kerja kita bisa ramah, saat menghadapi customer bisa tersenyum, masih sanggupkah seperti itu ketika menghadapi anak-anak di rumah?

Saat memasuki dunia kerja kita dipersiapkan dengan menjalani serangkaian pelatihan untuk bisa menjadi SDM handal di perusahaan, sementara untuk menjadi seorang ayah, seorang ibu, persiapan apa yang sudah kita lakukan?

Kita begitu mudah meluangkan waktu untuk pengembangan diri sebagai sarana untuk menunjang karir, …..lalu sejauh mana upaya kita memenuhi kebutuhan waktu untuk anak-anak? Atau jangan-jangan urusan mendidik anak dipercayakan sepenuhnya kepada sekolah atau asisten rumah tangga. Padahal sebaik-baik sekolah itu adalah rumah, dengan orang tua sebagai gurunya.

Persoalan menghadapi anak zaman sekarang ini sedemikian kompleks, dan semakin banyak tantangan. Anak menjadi kian susah dinasehati, shalat dan belajar tidak dengan kesadaran, bangun tidur dan persiapan pagi ke sekolah masih harus dikomando, anak tidak mau lepas dari gadget. Itu baru sebagian kecil masalah yang tampak di permukaan. Jika ditelusuri lebih dalam lagi, bahkan ada yang jauh lebih kompleks dari itu.

Parahnya, sebagian dari kita justru bingung bagaimana mengatasi semua permasalahan itu. Kita masih kerepotan bagaimana menerapkan pendidikan karakter di rumah.

Memercayakan sepenuhnya persoalan ini kepada sekolah saja tidak cukup, karena belajar di sekolah belum sepenuhnya mampu menjawab permasalahan di atas.  Sepertinya belum terlambat untuk kita sebagai orang tua yang waktunya lebih banyak disibukkan dalam urusan pekerjaan.

SEMAI, sebuah lembaga pelatihan bergerak di bidang parenting, membuka Kelas Pelatihan Eksklusif “DISIPLIN DENGAN CINTA; Mendidik Anak Tanpa Menyuruh, Tanpa Melarang, Tanpa Marah.”

Kelas pelatihan ini akan dilaksanakan pada:
Sabtu 19 November 2016
Pukul 08.00 – 15.00 WIB
Di Semai Meeting Room (Buana Kids Building 2nd Floor)
Jl. Raya Pacul – Mejasem No 59-61 – Kec. Talang- Kab. Tegal

Investasi untuk kelas pelatihan 7 jam ini hanya Rp. 200.000,

Fasilitas yang didapat peserta
1.     Hand out materi
2.     Observasi
3.     Lunch
4.     Snack & Coffee Break (2x)
5.     Gratis Konsultasi Penggunaan Bahasa via Grup Whatsapp bagi alumni kelas pelatihan ekslusif

Segera daftarkan diri anda, karena terbatas hanya untuk 12 peserta saja!

CARA DAFTAR :

DAFTAR # NAMA # PROFESI # ASAL KOTA
KIRIM KE 0878 4858 7456
Pembayaran bisa via transfer melalui
Rekening BSM 7013441671 ATAS NAMA ALI IRFAN.





Mentalitas Menghadapi USBN