Ini dia sekilas
pendengaran seminar parenting Mendidik Anak di Akhir Zaman bersama Kiki Barkiah
yang di Plaza Hotel 26 September kemarin.
Permasalahan
anak-anak sekarang itu kompleks. Anak sekarang cepat sekali baligh, tapi aqil
nya lambat. Padahal aqil mestinya bersamaan baligh. Aqil baligh itu ketika mampu membedakan salah benar,
membedakan baik buruk.
Kiki Barkiah
lebih pilih menyekolahkan kelima anaknya lewat homeschooling dengan dia sendiri
sebagai gurunya.
Sekarang kita lihat
kurikulum di sekolah. Kelas 4 disuruh hafal nama-nama organ manusia. Di Amerika
tidak ada hafalan begitu. Tapi kenyataannya kita dijustifikasi masyarakat karena
tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Anak-anak saya memang baca
science tapi tidak pernah diujiankan.
Anak-anak
bermasalah itu biasanya mereka kurang mendapatkan 3P. Perhatian, Pengakuan,
Penghargaan.
Ibu-ibu yang
banyak mengeluh, kurang daya juangnya akan berpengaruh dengan janinnya Bagaimana
menyelesaikan masalah sebenarnya bisa dilihat dari anak-anak kita.
Cara pandang
yang harus dibangun adalah anak itu investasi masa depan anak. Repot mengasuh sekarang
iya. Tapi akan jauh lebih repot ketika anak sudah tidak mau bersama lagi, tidak
mau mendengar nasehat kita lagi.
Kebanyakan kita
hari ini terjebak pada definisi kecerdasan. Tergambarkan dari nilai dan
prestasi. Model pendidikan kita yang bentuk evaluasinya adalah bagaimana anak
bisa menjawab soal saat ujian. Masuk sekolah favorit. Definisi cerdas, raport
bagus rangking OK. Padahal kecerdasan ga Cuma nilai tapi, anak-anak memiliki….
Kemampuan mendapat informasi. Menyimpan informasi juga
kecerdasan. Jurusan mesti sesuai dengan passion masing-masing. Kita terjebak
cerdas itu kemampuan menghafal. Yang jauh lebih penting bagaimana mengolah
informasi dan merespon informasi untuk diterapkan pada kontekstual kehidupan.
Kemampuan untuk beradaptasi lingkungan.
Saat saya kuliah dulu, banyak yang bilang yang paling depan biasanya jadi
dosen, yang tengah-tengah jadi pekerja,
karena pas-pasan. Yang di belakang IP ga bagus mau jadi pengusaha. Karena jadi
dosen tidak bisa, jadi pekerja juga ga bisa. Ada banyak contoh terlihat, anak-anak
yang dulu biasa saja, tapi punya kemampuan
komunikasi, manajerial mereka berprestasi,
Kemampuan untuk memecahkan masalah. Lepaskan
bantuan demi bantuan untuk mereka menyelesaikan masalah. Bisa buat simulasi
untuk menyelesaikan masalah.
Kemampuan bertindak efektif dan efisien untuk
kemudian membuat sesuatu yang lebih baik dan efektif. Kadang anak menyelesaikan
masalah sesuai kapsitasnya.
Kemampuan menciptakan hal yang baru. Anak
yang tadinya nano-nano masuk sekolah yang tidak menghargai keunikan anak. Yang
awalnya bentuk mereka shape, oval, lingkaran, tapi ketika mereka lulus malah jadi kotak
semua. Keluar bukannya oval yang cantik, lingkaran yang manis, tapi malah jadi
kotak semua. Ada pembunuhan bibit-bibit potensi. Kita berkehendak sesuai
potensi masing-masing.
Terinspirasi
bagaimana seorang anak dihargai, ada ibu yang melihat anaknya mewarnai pohon
dengan warna daun merah. Eh, dilarang. Ini namanya pembunuhan karakter. Ibunya
saja yang belum tahu kalau di Amerika ada daun warna merah. Tidak melulu hijau.
Biarkan anak belajar dengan bahan yang sama, tidak dikasih fasilitas yang
membuatnya tidak punya ide baru.
Coba nonton
national geographic. Untuk mempelajari satu masalah geographic saja
menghhabiskan biaya besar untuk riset, padahal hanya akan ditulis dalam satu
paragraph dalam literasi ilmu pengetahuan. Atau ditayangkan hanya dalam
beberapa detik saja.
Kalau kita bisa
berpikir seperti itu, luar biasa. Anak-anak biasakan punya ide. 0-7 tahun itu
gathering data. Harus nya sudah memiliki bahan yang bermanfaat. Dia di grammar
state. 7-14 punya kemampuan menganalisa, membandingkan dan mengolah data. Usia 14
tahun ke atas sudah bermanfaat untuk orang lain.
Setelah baca
buku science, mestinya kita bisa mengenal kebesaran Allah. Bikin merasa amazing
banget. Bikin kita taat dan tunduk kepada Allah. Bikin kita cerdas secara
emosional
Bagaimana
peradaban ini muncul. Ini yang dianalisis kalau belajar sejarah. Tapi di
sekolah pada umumnya belajar sejarah yang dipelajari tanggal berapa, namanya
siapa, raja keberapa, itu tidaklah penting. Buku resep masak aja tidak terpakai.
Yang dibahas dalam sejarah, mestinya Bagaimana kejayaan itu bisa ada.
Bagaimana peradaban itu bisa hancur. Tujuan
belajar itu agar punya kepekaan social, cerdas secara social dan bisa menemukan
hikmah.
Setiap temuan
bisa jadi lesson plan untuk diajarkan kepada anak-anak. Kita bisa bilang,
“Anak-anak
tadi di pom bensin ada kran bocor belum
ada yang benerin. Kalau semua orang membiarkan ada berapa banyak air yang
terbuang sia-sia?
Di Kurikulim
SDIT sendiri masih terjebak diknas dan kemenag. Belum ada pendidikan yang bisa
menyiapkan anak 10 tahun bisa mukallaf, ikuti apa yang Allah dan Rasul
perintahkan. Sami’na wa ata’na. Bukan
pekerjaan gampang. Materi tarbiyah dikasih ke anak-anak jika dikemas dalam
bahas anak-anak.
Bahasa sejak
kita lahir adalah agar anak mencintai negeri akhirat. Belajar shirah, bagaimana
asbabun nuzul. Ternyata waktu kecil yang
lebih didominan adalah pembahasan Allah dan Rasul. Anak saya yang remaja sedang
tidak disibukkan seperti remaja pada umumnya, pacaran, kongkow-kongkow ga
jelas. Di rumah kita desain bagaimana setiap komunikasi kita lebih menambah porsi tentang umat.
Usia di 10
tahun kamu mau apa? Biar umi bisa mengarahkan pendidikan yang sesuai potensi
kamu.
Mendidik anak
yang mampu berbuat atas landasan ilmu iman. Biasakan pakai dalil sehingga apa
manfaatnya bagimu, jangan dengan kekuatan. Apa kata Islam, apa kata rasul,
sehingga tidak melakukan karena kebodohan.
Saat anak-anak ribut
kemudian saya lerai dengan cara biasa. Anak-anak bilang, “What does Rasulullah
says? Tahu tidak kata rasul, tidak beriman jika… (Sebagai orang tua harus
banyak hafalan hadits)
Setiap kali
bertemu dengan kemaksiatan. Anak saya tanya saja waktu jalan-jalan di Gua
Sunyaragi ada model lagi difoto.
“Teteh kalau
sudah besar mau ga jadi fotomodel kayak gitu?”
“Ih, ga mau auratnya
terbuka.”
Mendidik anak
yang mampu untuk melakukan kedzoliman Harus dimulai bahkan sebelum anak kita
lahir. Sidiq waktu kecil punya cita-cita ingin mengislamkan orang-orang non
Muslim Amerika.
“Umi, aku ingin
orang-orang Amerika masuk Islam karena aku.”
“Bisa! Kamu
belajar sains. Karena mereka lebih mudah menerima ilmu pengetahuan”
Sesungguhnya
diantara tanda-tanda kiamat… sedikit lelaki, bodoh, minim ilmu, banyak khamr, banyak
kemaksiatan.
Anak-anak harus
sudah bisa disiapkan untuk menikah di
usia muda. Supaya tidak kena korban zina, bisa disiapkan ketika gejolak
syahwatnya sudah besar. Anak-anak
energinya harus dialihkan saat usia muda. Anak-anak yang tidak punya hobi,
mereka sibuk pacaran, siapkan juga saat mulai kecil kita talent mapping,
kemudian sibukkan di usia produktif, sisi dakwah juga di bangun. Allah, Rasul,
Islam. Diajarin gambar, gambarnya bisa untuk dakwah.
Supaya tidak
terjerumus dalam pergaulan yang aneh-aneh, sibukkan dengan aktivitas produktif.
Nonton TV boleh. Tapi… Terjadwal, konten
terseleksi, dan sudah melakukan pekerjaan atau belajar ini itu. Misal kalau
sudah bantu beres-beres, baru boleh nonton. Standar pagi, standar malam, kalau
sudah selesai ini dan itu. “Oh iya belum ngaji, belum baca buku...”
Yang paling
gampang kasih anak kasih saja gadget, masalah konten kenapa harus di atur,
karena apa yang mereka lihat, mereka dengar itu jadi mereka. Tapi masalah
berapa lama… Asal fitrah anak sudah terbentuk, Allah, Rasul, Islam sudah
terjaga, masalah konten bisa ditangkis. Tapi jika fitrah tidak terjaga,
bermasalah.
Wajar kalau
sekarang ada fenomena Awkarin. Anak-anak kehilangan empati, karena diluar
jadwal belajarnya habis dengan gadget. Anak-anak yang sering pegang gadget,
lambat bicara. Boro-boro mau ngurus problematika umat. Ngurus sendiri saja
masih belum bisa. Anak sebuah investasi, matikan gadget.
Mendidik anak
agar tidak menjadi korban perzinahan harus ada kurikulumnya. Di Amerika ada
undang-undang sebelum anak usia 12 tahun tidak boleh meninggalkan anak di
rumah. Kalau ketahuan anak akan diambil Negara. Anak main diluar harus ditemani
orang tua, kalau tidak diambil Negara.
Jika kita tidak
punya pengaruh, pasti pengaruh ini pasti ada orang lain yang lebih berpengaruh.
Entah guru, teman, atau lingkungan. Syukur kalau yang bisa kasih pengaruh guru
yang bisa mengarahkan. Jika tidak…
Kalau anak
rewel, rempong, ya kita sabar. kontrol emosi. Agar saat mereka dewasa masih mau
dengar kita. Jangan sampai malas dengerin nasehat kita. Lama-lama jauh dari
kita.
Bonding (ikatan
orang tua dengan anak) harus dijaga, terutama anak perempuan harus sudah puas
mendapat perhatian dari ayahnya. Biar kalau sudah dewasa tidak caper laki-laki
lain. Kalimat singkat yg penuh ketegasan
masih perlu dibutuhkan.
Kualitas pemuda
harus ditingkatkan, karena akhir zaman perbandingan laki-laki dan
perempuan 1 : 50. Pemuda lebih sedikit. Anak
perempuan harus kita persiapkan agar bisa menjadi istri yang baik, seorang ibu yang baik
sekaligus guru buat anak-anaknya. Nilai Kalkulus A tidak menjamin menjadi istri
yang baik. “I don’t want to be just
anything, I just want to be a mom like you,” Shofiyah said. Shofiyah itu
anaknya Teh Kiki Barkiah.
Punya anak
fisik sekarang harus kuat. Karena di akhir zaman akan ada banyak pembunuhan.
Ambil barang teman harus menjadi perhatian. Ada anak-anak nangis karena
barangnya diambil teman harus jadi perhatian.
Anak yang
mencintai negeri akhirat memiliki tujuan hidup, memahami kebesaran Allah, taat
dan tunduk kepada Allah dan mempersiapkan kematiannya…