Istri saya tercinta membelikan sepatu
sandal baru untuk Echa. Usia si cantik hampir 2 tahun. Bentuk sandalnya menarik, modern,
dan warnanya cerah, pokoknya kid minded! Dapat menarik siapa saja, tidak
hanya anak tapi juga orang tua tak terkecuali ya istri saya itu. Dan dugaan
saya benar, Like, sang kakak tertarik dengan sandal baru adiknya. Akhirnya Like
meminta ijin untuk memakai sandal adik untuk dipakai ke sekolah. Tapi… disinilah masalah itu terjadi.
Like tampak kerepotan saat hendak
memakai sandal sepatu itu. Entah berapa lilitan yang melingkari pergelengan di area mata kaki
sehingga butuh waktu banyak bagi si kakak untuk mengenakannya. Saat itu saya sudah
siap-siap mengantar ke sekolah. Sudah siap tancap gas. Tinggal menunggu si
kakak. Saya yang sudah menunggu cukup lama, akhirnya mulai bereaksi. “Ini sudah
jam berapa? Kalau Like kerepotan bisa pakai sepatu yang biasa Like pakai.”
Model sandal itu ternyata terlalu
merepotkan saat akan dipakai. Alih-alih tampil modis, kekinian, tapi justru
mengabaikan hal prinsip yang bisa melatih kemandirian anak. Sandal itu ternyata
tidak sesuai dengan tahap perkembangan kebutuhan anak. Bahkan dalam hati saya
sempat berpikir yang tidak-tidak tentang anak saya. Tidak biasanya bisa selama
ini hanya untuk urusan memakai sepatu. Hampir saja saya mengatakan kalau anak saya lambat, tidak sigap, kurang menguasai klasifikasi waktu, belum bisa
menentukan prioritas, sungguh pikiran yang perlu dibuang jauh-jauh karena
mengarah kita untuk tidak berpikir positif.
Karena keterdesakkan waktu yang
sudah siang, akhirnya saya juga yang turun tangan membantu memakaikan sandal
sepatu itu. Saat sampai di sekolah, ternyata Like merasa kesulitan juga untuk
melepasnya. Saya pula yang bantu melepaskan. Akhirnya saya berkesimpulan bahwa
sandal ini sangat tidak tepat buat anak. Karena tidak melatih kemandirian. Tidak
efisien.
Kasus serupa juga pernah terjadi
tapi dengan produk yang berbeda. Tas roda. Di sekolahnya, banyak teman-temannya
mengenakan tas yang didesain seperti koper dengan roda di bagian bawah. Yang namanya
anak-anak, mudah tergiur dengan apa yang dibawa teman seusianya. Karena tas
yang sudah rusak juga resletingnya, uminya Like pun membelikan tas. Dan pilihan
Like jatuh pada tas roda. Seperti punya teman-temannya. Apa yang salah dari
model tas itu? Coba perhatikan baik-baik!
Roda dalam koper itu memang didesain
untuk meringankan beban yang berat. Sementara fungsi tas itu digendong. Cara
membawanya diseret. Coba kita kembalikan pada fakta atau fungsinya. Tas beroda
itu untuk koper. Koper untuk membawa beban yang berat. Misal mau pergi ke luar
negeri, naik pesawat, yang butuh bawa banyak barang, sangat dianjurkan pakai
koper beroda. Lagian, apakah beban yang dibawa anak TK seberat itu, sehingga
memerlukan roda? Tidak kan?
Dan saat naik motor pun Like
merasa kerepotan mau diletakkan dimana tas roda itu. Akhirnya beberapa kali tas
itu berada dipangkuannya, dan membuat tidak nyaman. Sampai akhirnya ia tidak
mau pakai tas itu lagi. Dan lebih memilih tas gendong biasa yang lebih ringan
dan mudah dicangkolkan di sepeda motor.
Satu lagi masalah baju. Kali ini
memang murni kesalahan saya yang punya anggapan kalau baju bermerek itu bagus.
Ternyata tidak demikian. Bajunya sih modis, branded,
sayangnya tidak ramah anak. Bagaimana mau ramah, kancing baju usia anak 4 tahun
letaknya di belakang. Orang dewasa saja pasti kerepotan jika model kancing atau resleting bajunya ada di belakang, apalagi anak-anak? Lebih menyedihkannya lagi ketika
saya sendiri yang menyaksikan saat baju itu dibawa ke sekolah sebagai baju
ganti. Selesai mandi, anak saya lama sekali memegangi baju itu, ternyata ia
kebingungan cara memakai bajunya karena posisi kancing yang di belakang. Dari
sini saya merasa bersalah!
Jangan memilih sesuatu untuk anak
sesuai dengan persepsi kita. Tapi perlu dipandang juga dalam perspektif anak. Baju atau sandal yang kita pilih itu ramah
anak atau justru malah merepotkan anak atau bahkan merepotkan orang lain? Pertimbangannya
tidak lagi sekedar urusan modis, lagi trend,
tapi lebih kepada fungsinya. Lebih kepada
manfaat. Jauh dari itu adalah yang bisa membuat anak bisa berlatih
mandiri sesuai tahap perkembangannya.
Ketika anak kita tumbuh menjadi
pribadi yang tidak mandiri anak juga kan yang repot nantinya. Ketika anak
terbiasa dimudahkan, maka anak tidak akan memiliki daya juang. Ketika pada usia
anak terbiasa dimudahkan segala urusannya maka kelak ketika anak besar tidak
akan menjadi pribadi yang tangguh. Sedikit menemui kesulitan langsung mengeluh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar