Assalamu’alaikum... anak saya yang
besar umur 4 tahun suka ‘jahilin’ adiknya (umur 2 tahun) sampai nangis
seringnya, saya sudah mengingatkan dengan bahasa yang lembut tapi kok belum ada
perubahan. Mohon bantuan solusinya ibu... :-) Terimakasih...
Atmi
Hapsari, Tanjung - Brebes
Wa’alaikumsalam wr.wb, Bu
Atmi...
Untuk kasus ini, kita tidak bisa serta merta hanya melihat dari
sisi penggunaan bahasa saja. Kasus kakak-adik perlu kita cermati lebih dalam,
apalagi dengan jarak usia yang berdekatan. Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan :
1. ‘iseng’ atau ‘jail’ bisa muncul dari rasa cemburu sang kakak
atau sebaliknya.
2. Bagaimana cara ibu memberi perhatian untuk kakak dan adik.
Ketika ibu bereaksi hanya ketika melihat sang kakak ‘usil’ atau ‘melakukan
sesuatu terhadap adik’ maka, yang tertanam dalam diri sang kakak adalah : ibuku
akan memberiku perhatian ketika aku ‘iseng’ kepada adik.
3. Ketika sang kakak sedang berbuat sesuatu yang ‘manis’, apakah
ibu memberikan perhatian maupun mengapresiasinya? Apresiasi yang proporsional
perlu dilakukan sebagai wujud rasa sayang orangtua terhadap anak.
4. Jika kakak masih tetap ‘usil’, coba kita telusuri masa lalu
sang kakak. Apakah di setiap tahap usianya sudah kita penuhi kebutuhan
perkembangannya? Karena, bisa jadi penyebab anak menjadi ‘usil’ sebenarnya
bukan seperti yang kita maknai selama ini. Tetapi, lebih kepada adanya
kebutuhan yang ‘belum terisi’ di usia sebelum 4 tahun. sudahkah terpenuhi
kebutuhan sensorimotor kakak pada 2 tahun pertama usianya? Jika belum, maka,
tindakan-tindakannya yang kita anggap sebagai tindakan ‘usil’ tadi jika dilihat
dari sudut pandang sang kakak, ia hanya sedang dalam rangka memenuhi
kebutuhannya yang ‘belum terisi’.
Dari sinilah kita bisa mengerti bagaimana pentingnya mendampingi
tumbuh kembang buah hati sesuai dengan tahap usianya.
Sebagai contoh, anak usia 2 tahun yang suka melempar-lempar
makanan. Tindakan kita biasanya langsung mengarahkan agar tidak melempar.
Padahal, kebutuhan anak usia 2 tahun memang sedang membutuhkan pemenuhan
kebutuhan sensorimotor, menggerakkan seluruh anggota badan terutama tangan dan
kaki, kegiatannya bisa berupa memukul, melempar, menendang, mencubit, dll.
Dampingi dan fasilitasi dengan alat main yang mendukung pemenuhan kebutuhannya.
Selanjutnya, kita amati dari pemakaian bahasa. Pemakaian bahasa
dalam kasus ini selain menerapkan tanpa 3M, baik dan benar serta berpola, juga
harus memperhatikan Kontinum Berbahasa (Pelatihannya insya Allah akan
dilaksanakan pada 9 Februari 2017).
Kita juga bisa menggunakan kesepakatan di awal dengan kakak dan
adik. Kesepakatan harus melibatkan anak-anak dan harus sampai benar-benar
‘deal’. Misalnya, sepakat bahwa sang kakak menggunakan sepeda berwarna biru dan
sang adik menggunakan sepeda berwarna merah atau tawarkan kesepakatan apakah
perlu saling bertukar sepeda pada saat-saat / kesempatan tertentu?
Dan yang tidak kalah penting adalah pijakan sebelum main. Jadi
terkadang dalam sebuah kasus tidak serta merta dengan menggunakan bahasa bisa
langsung menjawab segala persoalan. Hal yang juga perlu untuk diperhatikan
adalah kedisiplinan kita, dan lingkungan sekitar dalam menggunakan rambu-rambu
berbahasa seperti yang sudah didapatkan Bu Atmi dari pelatihan yang pertama.
Demikian Bu Atmi Hapsari... Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bissawab.